tag:blogger.com,1999:blog-13368183295419053522024-03-06T04:24:54.356+07:00Iing Solihin ®Kepala Madrasah Salafiyatul Huda Rawasari Plered PurwakartaSolihin, MCH.http://www.blogger.com/profile/13632061918287413756noreply@blogger.comBlogger369125tag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-15016119903084410482022-07-16T20:54:00.003+07:002022-07-16T20:54:19.722+07:00Cara Menebus Kesalahan terhadap Orang Tua yang Sudah Wafat<div style="text-align: justify;"></div><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj85fDhpyLC8edYbA_Ck62YBr2Nl07SIIkPptC3DUVUeBsnvRXon3OuzJwBguW_rKkKkd7POvXjHLDBSpGUnVFsxr2O_wDA3Vb9VrR4cAfPuhk8HE6SEBXKPAQeISdMf5FY-fxvVBzntHPXoQOEXovNyac8D1VhwnhLw6uyEhQ5iBfqo0Ug5NvNeRUc/s640/img106-1370658042.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="371" data-original-width="640" height="186" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj85fDhpyLC8edYbA_Ck62YBr2Nl07SIIkPptC3DUVUeBsnvRXon3OuzJwBguW_rKkKkd7POvXjHLDBSpGUnVFsxr2O_wDA3Vb9VrR4cAfPuhk8HE6SEBXKPAQeISdMf5FY-fxvVBzntHPXoQOEXovNyac8D1VhwnhLw6uyEhQ5iBfqo0Ug5NvNeRUc/s320/img106-1370658042.jpg" width="320" /></a></div><br />Assalamu 'alaikum wr. wb. Redaktur NU Online, mohon bertanya, beberapa waktu lalu ayah saya meninggal dunia setelah beberapa tahun sakit stroke. Saya merasa sangat berdosa dan menyesal karena kurang peduli kepadanya. Selama sakitnya, saya kurang perhatian dan bersikap tidak baik ke almarhum. Dari segi kemampuan sebetulnya saya mampu, tapi saya merasa tidak berusaha maksimal untuk mengobatinya. Mohon bimbingannya, apa yang harus saya lakukan untuk menebus kesalahan kepada almarhum? Terima kasih. (Nis R.) <p></p><p style="text-align: justify;">Jawaban Wa’alaikumus salam wr.wb. Penanya dan pembaca budiman, semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Sebagai anak sudah semestinya kita berbakti kepada orang tua, apalagi dalam usia senja atau dalam kondisi mereka sedang sakit. Allah berfirman:</p><p style="text-align: justify;"> وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا، إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا </p><p style="text-align: justify;">Artinya: “Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Isra ayat 23). </p><p style="text-align: justify;">Saking pentingnya birrul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua Allah memosisikannya sebagai amal saleh kedua setelah beribadah kepadanya sebagaimana ayat di atas. Nah lalu bagaimana dengan pertanyaan di atas, ketika anak merasa berdosa karena kurang maksimal dalam berbakti kepada ayahnya? Adakah cara tertentu untuk menebus kesalahan terhadap orang tua yang sudah wafat? Berbakti kepada orang tua tidak mengenal batas, apakah orang tua masih hidup atau sudah wafat. Demikian pula meminta ridha, kerelaan, membahagiakan orang tua tetap bisa dilakukan meskipun mereka telah wafat. Suatu kali ada pernah ditanyakan kepada Imam Abul Laits as-Samarqandi (333-373 H), pakar fiqih Hanafi, ahli hadits sekaligus sosok ulama sufi asal Samarkand, Uzbekistan sekarang, andaikan ada kedua orang tua yang wafat dalam kondisi murka terhadap anaknya, apakah anaknya tersebut dapat meminta ridhanya? </p><p style="text-align: justify;">Imam Abul Laits menjawab bahwa anak itu masih dapat membuat kedua orang tua meridhainya dengan tiga hal. Pertama, anak tersebut menjadi orang yang saleh. Kedua, menyambung silaturrahim terhadap kerabat dan teman-teman karib kedua orang tuanya. Ketiga, memohonkan ampunan, mendoakan, dan sedekah atas nama mereka. Imam Abul Laits menekankan, meskipun semuanya baik dan dapat membuat kedua orang tua yang telah wafat meridhai anaknya, namun yang paling penting adalah yang pertama, yaitu si anak berupaya secara sungguh-sungguh menjadi orang yang shaleh. Sebab tidak ada yang paling membahagiakan orang tua yang sudah wafat daripada kesalehan dari si anak sendiri. Jadi, semakin saleh anak, maka semakin bahagia dan semakin ridha orang tua terhadapnya, meskipun orang tua sudah meninggal dunia. Imam Abul Laits menegaskan: </p><p style="text-align: justify;">لأَنَّهُ لا يَكُونُ شَيْءٌ أَحَبَّ إلَيْهِمَا مِنْ صَلاحِهِ </p><p style="text-align: justify;">Artinya: “Karena tidak ada sesuatu pun yang lebih menyenangkan kedua orang tua yang sudah meninggal daripada kesalehan anaknya.” (Abul Laits as-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, [Manshurah, Maktabah al-Iman: 1994], halaman 94). </p><div style="left: -99999px; position: absolute; text-align: justify;">Kembali pada
pertanyaan, adakah cara tertentu untuk menebus kesalahan terhadap orang
tua yang sudah wafat? Maka jawabannya adalah ada yaitu: (1) berusaha
menjadi pribadi yang saleh; (2) menyambung silaturrahim terhadap kerabat
dan teman-teman karib kedua orang tua; dan (3) memohonkan ampunan,
mendoakan, dan sedekah atas nama mereka. Namun dari ketiga cara ini yang
paling utama adalah yang pertama, yaitu anak berusaha secara
sungguh-sungguh untuk semakin menjadi pribadi yang saleh, semakin saleh,
dan semakin saleh.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat dan dapat dipahami secara baik.
Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda.<br /><br /> Sumber: <a href="https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH">https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH</a></div><p style="text-align: justify;">Kembali pada pertanyaan, adakah cara tertentu untuk menebus kesalahan terhadap orang tua yang sudah wafat? Maka jawabannya adalah ada yaitu: (1) berusaha menjadi pribadi yang saleh; (2) menyambung silaturrahim terhadap kerabat dan teman-teman karib kedua orang tua; dan (3) memohonkan ampunan, mendoakan, dan sedekah atas nama mereka. Namun dari ketiga cara ini yang paling utama adalah yang pertama, yaitu anak berusaha secara sungguh-sungguh untuk semakin menjadi pribadi yang saleh, semakin saleh, dan semakin saleh. Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat dan dapat dipahami secara baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Wassalamu ’alaikum wr. wb. Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda. Sumber: https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH<br /></p><div style="left: -99999px; position: absolute; text-align: left;">Assalamu 'alaikum wr.
wb.
Redaktur NU Online, mohon bertanya, beberapa waktu lalu ayah saya
meninggal dunia setelah beberapa tahun sakit stroke. Saya merasa sangat
berdosa dan menyesal karena kurang peduli kepadanya.
Selama sakitnya, saya kurang perhatian dan bersikap tidak baik ke
almarhum. Dari segi kemampuan sebetulnya saya mampu, tapi saya merasa
tidak berusaha maksimal untuk mengobatinya. Mohon bimbingannya, apa yang
harus saya lakukan untuk menebus kesalahan kepada almarhum? Terima
kasih. (Nis R.)<br /><br /> Sumber: <a href="https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH">https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH</a></div><div style="left: -99999px; position: absolute; text-align: left;">Assalamu 'alaikum wr.
wb.
Redaktur NU Online, mohon bertanya, beberapa waktu lalu ayah saya
meninggal dunia setelah beberapa tahun sakit stroke. Saya merasa sangat
berdosa dan menyesal karena kurang peduli kepadanya.
Selama sakitnya, saya kurang perhatian dan bersikap tidak baik ke
almarhum. Dari segi kemampuan sebetulnya saya mampu, tapi saya merasa
tidak berusaha maksimal untuk mengobatinya. Mohon bimbingannya, apa yang
harus saya lakukan untuk menebus kesalahan kepada almarhum? Terima
kasih. (Nis R.)<br /><br /> Sumber: <a href="https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH">https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH</a></div><div style="left: -99999px; position: absolute; text-align: left;">Assalamu 'alaikum wr.
wb.
Redaktur NU Online, mohon bertanya, beberapa waktu lalu ayah saya
meninggal dunia setelah beberapa tahun sakit stroke. Saya merasa sangat
berdosa dan menyesal karena kurang peduli kepadanya.
Selama sakitnya, saya kurang perhatian dan bersikap tidak baik ke
almarhum. Dari segi kemampuan sebetulnya saya mampu, tapi saya merasa
tidak berusaha maksimal untuk mengobatinya. Mohon bimbingannya, apa yang
harus saya lakukan untuk menebus kesalahan kepada almarhum? Terima
kasih. (Nis R.)<br /><br /> Sumber: <a href="https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH">https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH</a></div><div style="left: -99999px; position: absolute; text-align: left;">Assalamu 'alaikum wr.
wb.
Redaktur NU Online, mohon bertanya, beberapa waktu lalu ayah saya
meninggal dunia setelah beberapa tahun sakit stroke. Saya merasa sangat
berdosa dan menyesal karena kurang peduli kepadanya.
Selama sakitnya, saya kurang perhatian dan bersikap tidak baik ke
almarhum. Dari segi kemampuan sebetulnya saya mampu, tapi saya merasa
tidak berusaha maksimal untuk mengobatinya. Mohon bimbingannya, apa yang
harus saya lakukan untuk menebus kesalahan kepada almarhum? Terima
kasih. (Nis R.)<br /><br /> Sumber: <a href="https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH">https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/cara-menebus-kesalahan-terhadap-orang-tua-yang-sudah-wafat-h2AhH</a></div>solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-75477866268290331362018-10-30T18:36:00.001+07:002018-10-30T18:36:13.593+07:00Disunnahkan Membaca Alhamdulillah dalam 11 Kondisi Ini<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-YDHadxx7MTk/W9hCIhJZNeI/AAAAAAAAYcY/5WOR8QqjXUw7t-LsUYX_CXcgxqbYy9dSgCLcBGAs/s1600/15400482505bcb457a7d84a.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="519" data-original-width="840" height="197" src="https://2.bp.blogspot.com/-YDHadxx7MTk/W9hCIhJZNeI/AAAAAAAAYcY/5WOR8QqjXUw7t-LsUYX_CXcgxqbYy9dSgCLcBGAs/s320/15400482505bcb457a7d84a.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Alhamdulillah </span>merupakan
ungkapan syukur yang biasa kita dengar dan ucapkan. Saat mendapatkan
rezeki, hadiah, kejutan dan lain-lain. Dalam beberapa literatur
keislaman, kata alhamdulillah bahkan selalu berada di awal kata
pengantar <span style="font-style: italic;">muallif </span>(pengarang kitab). Hampir seluruh <span style="font-style: italic;">muallif</span> mengawali karyanya dengan bacaan <span style="font-style: italic;">alhamdulillah</span>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, ternyata <span style="font-style: italic;">alhamdulillah </span>tidak hanya disunnahkan untuk dibaca setelah mendapat nikmat saja. Imam an-Nawawi dalam <span style="font-style: italic;">al-Adzkâr an-Nâw</span><span style="font-style: italic;">â</span><span style="font-style: italic;">wî </span>menjelaskan beberapa hal yang disunnahkan untuk membaca hamdalah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">قال العلماء : فيستحب البداءة بالحمد لله لكل مصنف ، ودارس ، ومدرس ، وخطيب ، وخاطب ، وبين يدي سائر الأمور المهمة</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Artinya: “Disunnahkan memulai dengan ‘<span style="font-style: italic;">alhamdulillah</span>’
untuk setiap muallif, orang yang belajar, orang yang mengajar, orang
yang diceramahi dan orang yang berceramah, serta dalam perkara-perkara
penting yang lain.” (Imam an-Nawawi, <span style="font-style: italic;">al-Adzkâr an-Nâw</span><span style="font-style: italic;">â</span><span style="font-style: italic;">wî</span>, [Beirut: Dâr Kutub Islamiyah, 2004 M), j. 1, h. 172.)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Pertama</span>, disunnahkan membaca <span style="font-style: italic;">alhamdulillah </span>dalam setiap permulaan menulis karya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Kedua</span>, disunnahkan juga membaca <span style="font-style: italic;">alhamdulillah </span>di permulaan belajar maupun mengajar. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Ketiga</span>,
saat berceramah, baik untuk orang yang berceramah maupun orang yang
mendengarkan ceramah. Hal ini disebutkan oleh Imam as-Syafii, bahwa ia
sangat menganjurkan setiap orang yang melakukan hal-hal penting untuk
membaca <span style="font-style: italic;">alhamdulillah</span>, termasuk ceramah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">قال
الشافعي رحمه الله : أحب أن يقدم المرء بين يدي خطبته وكل أمر طلبه : حمد
الله تعالى ، والثناء عليه سبحانه وتعالى ، والصلاة على رسول الله ﷺ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Artinya:
“Imam as-Syafii Rahimahullah berkata: Aku lebih suka orang yang
mengawali setiap khutbahnya (ceramahnya) dan setiap hal yang dicari
dengan: memuji kepada Allah SWT (membaca <span style="font-style: italic;">alhamdulillah</span>) dan membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. (lihat: Imam an-Nawawi, <span style="font-style: italic;">al-Adzkâr an-</span><span style="font-style: italic;">Nâw</span><span style="font-style: italic;">â</span><span style="font-style: italic;">wî</span>, [Beirut: Dâr Kutub Islamiyah, 2004 M), j. 1, h. 172.)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak hanya sunnah, dalam khutbah jumat, membaca<span style="font-style: italic;"> alhamdulillah </span>bahkan menjadi salah satu rukun khutbah jumat, jika tidak ditepati, maka khutbah tersebut tidak sah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Keempat</span>, setelah selesai makan dan minum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">يستحب بعد الفراغ من الطعام والشراب ، والعطاس ، وعند خطبة المرأة - وهو طلب زواجها - وكذا عند عقد النكاح ، وبعد الخروج من الخلاء ،</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Artinya:
“Disunnahkan (membaca alhamdulillah) setelah makan dan minum, setelah
bersin dan ketika melamar seorang perempuan, yaitu meminta menjadi
istrinya, begitu juga ketika akad nikah, dan setelah keluar dari
toilet.” (Imam an-Nawawi, <span style="font-style: italic;">al-Adzkâr an-</span><span style="font-style: italic;">Nâw</span><span style="font-style: italic;">â</span><span style="font-style: italic;">wî</span>, [Beirut: Dâr Kutub Islamiyah, 2004 M), j. 1, h. 172.)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<blockquote>
<span style="font-size: 12px; font-weight: bold;"><a href="http://www.nu.or.id/post/read/87617/alhamdulillah-dan-hakikat-pujian-kepada-manusia" target="_blank"></a></span></blockquote>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Kelima</span>, berdasarkan <span style="font-style: italic;">ibarah </span>tersebut, disunnahkan juga mengucapkan <span style="font-style: italic;">alhamdulillah </span>setelah bersin. Tentu hal ini sudah sangat maklum bagi kita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Keenam</span>, ketika melamar seorang perempuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Ketujuh</span>, ketika akad nikah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Kedelapan</span>, setelah keluar dari toilet. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Kesembilan</span>, ketika mengawali dan mengakhiri doa. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Kesepuluh</span>, ketika mendapatkan nikmat atau terhindar dari bencana. Kondisi ini, biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Kesebelas</span>,
ketika salah satu keluarga ada yang meninggal dunia. Dalam kasus yang
disebutkan dalam hadis, bahwa Allah menjanjikan surga bagi seorang hamba
yang ditinggal mati oleh anaknya, kemudian ia membaca <span style="font-style: italic;">hamdalah </span>dan <span style="font-style: italic;">istirja’</span> (<span style="font-style: italic;">inna lillahi wa inna ilaihi rajiun</span>).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">عن
أبي موسى الأشعري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : "
إذا مات ولد العبد قال الله تعالى لملائكته : قبضتم ولد عبدي ؟ فيقولون :
نعم ، فيقول : قبضتم ثمرة فؤاده ؟ فيقولون : نعم ؟ فيقول : فماذا قال عبدي ؟
فيقولون : حمدك واسترجع ، فيقول الله تعالى : ابنوا لعبدي بيتا في الجنة ،
وسموه بيت الحمد " قال الترمذي : حديث حسن.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Artinya:
“Dari Abu Musa al-Asyari RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika
seorang anak hamba Allah meninggal, Allah SWT akan berkata kepada para
malaikatnya, “Kalian sudah mengambil ruh anak hamba-Ku?” para malaikat
tersebut kemudian menjawab, “iya.” Allah SWT kemudian bertanya lagi,
“Kalian sudah mengambil ruh buah hatinya?” Para malaikat pun menjawab,
“iya.” Allah SWT kemudian bertanya lagi, “Apa yang diucapkan hamba-Ku?”
Para malaikat menjawab, “Ia memujimu dan beristirja’” Maka Allah SWT
berfirman, “Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga, dan namailah
dengan <span style="font-style: italic;">bait al-hamd</span>.” Imam at-Tirmidzi berkata bahwa hadis ini adalah hadis hasan. (Imam an-Nawawi, <span style="font-style: italic;">al-Adzkâr an-Nâwî</span>, [Beirut: Dâr Kutub Islamiyah, 2004 M], j. 1, h. 173). <span style="font-style: italic;">Wallahu A’lam</span>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">(Muhammad Alvin Nur Choironi)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/97615/disunnahkan-membaca-alhamdulillah-dalam-11-kondisi-ini </span></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-71308525072169088922018-10-30T18:33:00.001+07:002018-10-30T18:39:37.446+07:00Lafal Shalawat Ibrahimiyah dan Keutamaannya<div class="s-post" style="text-align: justify;">
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-qhrXpNfdK20/W9hBSSONHzI/AAAAAAAAYcU/lgMjJ9cI8AM8B1jijcD4c2AoMpUAXINUQCEwYBhgL/s1600/15403876515bd0734310d6b.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="266" data-original-width="400" height="212" src="https://1.bp.blogspot.com/-qhrXpNfdK20/W9hBSSONHzI/AAAAAAAAYcU/lgMjJ9cI8AM8B1jijcD4c2AoMpUAXINUQCEwYBhgL/s320/15403876515bd0734310d6b.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="white-space: pre;"> </span></div>
</div>
<div class="s-foto" style="position: relative; text-align: justify;">
</div>
<div class="s-foto" style="position: relative; text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كما صَلَّيْتَ عَلَى
إبْرَاهِيمَ وعلى آلِ إبْراهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كما بَاركْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ وَعَلَى آل إبراهيم في
العالَمِينَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Artinya:
“Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga
Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada Nabi
Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Limpahkan pula keberkahan bagi Nabi
Muhammad dan bagi keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau
limpahkan keberkahan bagi Nabi Ibrahim dan bagi keluarga Nabi Ibrahim.
Sesungguhnya di alam semesta Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di
atas adalah bacaan sebuah shalawat yang dikenal dengan sebutan Shalawat
Ibrahimiyah. Setiap Muslim pasti mengenal dan bahkan hafal shalawat
tersebut. Karena shalawat ini selalu dibaca pada saat duduk tasyahud di
dalam shalat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Syekh Yusuf bin Ismail
An-Nabhani shalawat Ibrahimiyah adalah shalawat yang paling sempurna
shighatnya dibanding shalawat-shalawat yang lain, baik yang <span style="font-style: italic;">ma’tsûrah </span>(diriwayatkan dari Nabi) maupun yang tidak <span style="font-style: italic;">ma’tsûrah</span>.
Karena kesempurnaannya ini maka para ulama menentukannya sebagai
shalawat yang dibaca ketika seorang Muslim melakukan shalat, di samping
karena adanya kesepakatan perihal kesahihan haditsnya. (Yusuf bin Ismail
An-Nabhani, <span style="font-style: italic;">Afdlalus Shalawât ‘alâ Sayyidis Sâdât</span>, [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah], 2004, hal. 57)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada banyak perawi hadits yang meriwayatkan shalawat Ibrahimiyah. Mereka di antaranya Imam Malik di dalam kitab <span style="font-style: italic;">Muwaththa’</span>,
Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kedua kitab shahihnya, serta para
imam lainnya seperti Abu Dawud, Nasai, dan Turmudzi. Imam Al-Iraqi dan
Imam As-Sakhawi menuturkan bahwa haditsnya <span style="font-style: italic;">muttafaq ‘alaih</span>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Banyaknya
periwayatan hadits tentang shalawat Ibrahimiyah ini juga menjadikan
pula banyaknya redaksi shalawat ini yang berbeda-beda. Yang ditulis di
atas—sebagaimana dituturkan An-Nabhani—adalah salah satu redaksi
shalawat Ibrahimiyah yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Imam Ahmad As-Shawi menyebutkan sebuah hadits riwayat Imam Bukhari di mana Rasulullah bersabda:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">من قال هذه الصلاة شهدت له يوم القيامة بالشهادة وشفعت له</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Artinya:
“Barangsiapa yang membaca shalawat ini maka aku bersaksi baginya di
hari kiamat dengan kesaksian dan aku memberi syafaat baginya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara
itu sebagian ulama mengatakan bahwa membaca shalawat Ibrahimiyah
sebanyak seribu kali dapat menjadikan pembacanya melihat Nabi Muhammad <span style="font-style: italic;">shallallâhu ‘alaihi wa sallam</span>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada
satu pertanyaan menarik perihal shalawat Ibrahimiyah ini. Bila di dalam
haditsnya shalawat Ibrahimiyah tanpa menggunakan kata sayyidinâ
(tuanku, baginda), mengapa dalam pengamalannya para guru mengajarkan
untuk menggunakan kata tersebut?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menjawab pertanyaan ini Imam Syamsudin Ar-Ramli di dalam kitab <span style="font-style: italic;">Nihâyatul Muhtâj Syarh Al-Minhâj </span>mengatakan bahwa yang utama adalah membacanya dengan menggunakan kata <span style="font-style: italic;">sayyidinâ</span>.
Karena di dalam penggunaan kata ini ada pemenuhan terhadap perintah (di
mana haditsnya tidak menggunakan kata tersebut, pen.) sekaligus juga
tata krama terhadap pangkat beliau yang semestinya. Maka menggunakan
kata <span style="font-style: italic;">sayyidinâ </span>ketika membaca shalawat Ibrahimiyah lebih utama dari pada tidak menggunakannya. (Syamsudin Ar-Ramli, <span style="font-style: italic;">Nihâyatul Muhtâj ilâ Syarhil Minhâj</span>, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2009], Jil. I, hal. 334)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara Imam Ahmad bin Hajar menuturkan bahwa penambahan kata <span style="font-style: italic;">sayyidinâ </span>sebelum
kata Muhammad tidaklah mengapa. Bahkan ini merupakan tata krama
terhadap hak Rasulullah meskipun diucapkan di dalam shalat fardlu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Wallâhu a’lam</span>. <span style="font-weight: bold;">(Yazid Muttaqin)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/97944/lafal-shalawat-ibrahimiyah-dan-keutamaannya </span></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-67192332184289997872018-10-30T18:29:00.000+07:002018-10-30T18:29:03.935+07:00Resep Jitu Sayyidina Ali saat Mengobati Sakit Perut<div class="s-post" style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-2epXpUFjeJU/W9hAd2Be2fI/AAAAAAAAYcI/slbu-AJ3JpAhL7DOWZY2_g10N5W6bxD1QCLcBGAs/s1600/15399373035bc994172e551.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="551" data-original-width="918" height="192" src="https://2.bp.blogspot.com/-2epXpUFjeJU/W9hAd2Be2fI/AAAAAAAAYcI/slbu-AJ3JpAhL7DOWZY2_g10N5W6bxD1QCLcBGAs/s320/15399373035bc994172e551.jpg" width="320" /></a></div>
<div>
Saat kita membaca kitab-kitab sirah, Sahabat
Ali tidak dikenal sebagai dokter. Beliau tidak biasa mengobati pasien
yang sakit. Beliau lebih dikenal sebagai sosok tangguh yang
berpengetahuan luas, sang cendekia kelas kakap di zamannya, juga sang
pemimpin yang tegas. Karena keluasan ilmunya, Nabi memberinya gelar “<span style="font-style: italic;">bab madinah al-Ilmi</span>”, pintunya kota ilmu. “Aku adalah kotanya ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya,” demikian sabda Nabi yang populer itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bukan
Sahabat Ali kalau tidak dapat memecahkan masalah, termasuk di dunia
medis. Suatu ketika Ali didatangi seorang laki-laki yang mengadukan
sakit perut. Ia meminta Ali untuk mengobatinya. Laki-laki ini tidak
berpikir bahwa Ali bukan dokter, yang ia tahu adalah Sahabat Ali adalah
orang yang multi talenta, apa pun masalahnya dapat diatasi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Aku
memohon petunjuk dari engkau untuk mengobati sakit perutku ini,” pinta
laki-laki tadi. Tanpa pikir panjang, Ali bin Abi Thalib segera
memberikan resepnya. Beliau mengatakan:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-size: 18px;">خُذْ
مِنْ صِدَاقِ امْرَأَتِكَ دِرْهَمَيْنِ وَاشْتَرِ بِهِمَا عَسَلًا
وَأَذِبْ الْعَسَلَ فِيْ مَاءِ مَطَرٍ نَازِلٍ لِسَاعَتِهِ أَيْ قَرِيْبِ
عَهْدٍ بِاللهِ وَاشْرَبْهُ</span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Ambilah
dari mahar istrimu sebanyak dua dirham dan belilah madu. Campurlah madu
itu dengan air hujan yang baru turun dari langit, lalu minumlah.”
Laki-laki tadi penasaran, dari mana Ali mengetahui resep itu. Sebelum
sempat menanyakan, Ali sudah menjawabnya dengan penjelasan selanjutnya.
Sang mantu Nabi ini mengatakan: </div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Sesungguhnya aku mendengar firman Allah ﷻ tentang air hujan:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-size: 18px;">وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً</span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Dan kami turunkan dari langit air yang memberkati.” (QS. Qaaf ayat 9).</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Aku mendengar Allah berfirman tentang madu:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-size: 18px;">فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ</span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Di dalam madu terdapat obat bagi manusia.” (QS. Al-Nahl, ayat 69).</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dan aku mendengar Allah berfirman tentang mahar istri:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-size: 18px;">فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْساً فَكُلُوهُ هَنِيئاً مَرِيئاً</span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Kemudian
jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan)
yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS.al-Nisa’, ayat 4).</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dalam riwayat lain, versi Syekh Abd bin Humaid dan lainnya disebutkan redaksi yang senada, bahwa Sayyidina Ali berkata:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-size: 18px;">إِذَا
اشْتَكَى أَحَدُكُمْ فَلْيَسْأَلْ اِمْرَأَتَهُ ثَلَاثَةَ دَرَاهِمَ أَوْ
نَحْوَهَا فَلْيَشْتَرِ بِهَا عَسَلاً وَلْيَأْخُذْ مِنْ مَاءِ السَّمَاءِ
فَيَجْمَعُ هَنِيْأً مَرِيْئاً وَشِفَاءً وَمُبَارَكاً</span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Bila
kalian merasakan sakit, maka mintalah kepada istrimu tiga dirham atau
lainnya, belikan darinya madu dan campurlah dengan air hujan, ia telah
mengumpulkan antara sedap, baik akibatnya, obat dan keberkahan.”</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sayyidina
Ali memadukan tiga unsur keberkahan untuk mengobati sakit perut
pasiennya tadi. Air hujan, madu, dan mahar istri. Layaknya seorang
dokter yang meracik obat dari beberapa unsur yang berbeda. Sayyidina Ali
berhasil mengobati pasiennya. Beliau memadukan resep-resepnya dari ayat
al-Qur’an dengan sangat piawai. Beliau mengumpulkan antara keberkahan
(air hujan), obat (madu), sedap (<span style="font-style: italic;">hanî’</span>) dan baik akibatnya (<span style="font-style: italic;">marî’a</span>).</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mahar
istri sebagaimana dijelaskan oleh para ulama memang mengandung banyak
keberhakan. Meski mahar adalah hak istri, namun bila istri merelakannya
untuk digunakan suami, maka dalam pandangan fiqih boleh digunakan.
Sebagian ulama bahkan menyebutkan bahwa mahar istri baik sekali untuk
digunakan modal usaha suami, tentu setelah melalui proses musyawarah
dengan istri.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Demikianlah resep obat sakit perut menurut Sayyidina Ali <span style="font-style: italic;">radliyallahu ‘anh</span>,
sebelum dicoba, penulis sarankan untuk mengonsultasikan terlebih dahulu
dengan dokter, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. <span style="font-style: italic;">Wallahu a’lam</span>.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-weight: bold;">(M. Mubasysyarum Bih)</span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-style: italic;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-style: italic;">Referensi:
Syekh Mutawalli al-Sya’rawi, Qashshs al-Shabat wa al-Shalihin, hal. 49
dan Syekh Mahmud bin Abdillah al-Husaini al-Alusi, Tafsir al-Alusi,
juz.3, hal. 424.</span></div>
<div>
<span style="font-style: italic;"> </span></div>
<div>
<span style="font-style: italic;">http://www.nu.or.id/post/read/97523/resep-jitu-sayyidina-ali-saat-mengobati-sakit-perut </span></div>
</div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-51775830559841737242018-10-30T18:27:00.000+07:002018-10-30T18:27:01.727+07:00KH Luqman Hakim Ungkap Di Balik Jargon ‘Kembali ke Al-Qur’an dan Hadits<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-Fz54k2BKP5k/VBJMEMdk8MI/AAAAAAAAATs/C-HRLCy-3cU4kocEWlImjHvGC7w0o85EgCPcBGAYYCw/s1600/nu.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="253" data-original-width="448" height="180" src="https://2.bp.blogspot.com/-Fz54k2BKP5k/VBJMEMdk8MI/AAAAAAAAATs/C-HRLCy-3cU4kocEWlImjHvGC7w0o85EgCPcBGAYYCw/s320/nu.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada zaman perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat
seperti saat ini membuat siapa pun mudah mengakses informasi, termasuk
belajar agama lewat media sosial dan internet. Namun, umat Islam
dituntut tetap belajar agama kepada ahlinya sehingga dapat memahami ilmu
agama dengan baik dan benar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Termasuk belajar
Al-Qur’an dan Hadits. Tanpa bimbingan seorang kiai atau ulama, ayat-ayat
berpotensi dipahami secara keliru karena tidak menggunakan ilmu. Untuk
memahami Al-Qur’an dan Hadits dengan baik, di pesantren lebih dahulu
belajar ilmu tata bahasa Arab, ulumul Qur’an, ulumul hadits, ilmu
tafsir, dan ilmu-ilmu pendukung lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pentingnya
terus melekat pada ajaran seorang kiai bagi umat Islam ditegaskan
Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor KH M. Luqman Hakim.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Jangan jauhkan umat Islam dari para kiainya,” ujar Kiai Luqman dikutip <span style="font-style: italic;">NU Online,</span> Selasa (30/10) lewat twitternya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia
menekankan pentingnya seorang kiai karena selama 20 tahun terkahir ada
upaya menjauhkan santri (murid) dengan kiainya melalui jargon kembali
kepada Al-Qur’an dan Hadits.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Dalam 20 tahun
terakhir, gerakan memisahkan santri dengan kiai lewat jargon kembali ke
Qur'an dan Hadits secara dangkal dan bahkan cenderung menyesatkan telah
terjadi,” ungkap Kiai Luqman.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Apalagi ustadz seleb yang dijadikan idol. Gawat bagi masa depan umat,” tandas Direktur Sufi Center Jakarta ini. <span style="font-weight: bold;">(Fathoni)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/98284/kh-luqman-hakim-ungkap-di-balik-jargon-kembali-ke-al-quran-dan-hadits </span></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-8792005973020191372018-10-13T18:35:00.001+07:002018-10-13T18:35:16.167+07:00Doa yang Dibaca saat Bayi Baru Lahir<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-7juu8zhbHCk/W8HX57MKhyI/AAAAAAAAWyU/Ssc92fsho5gY08rz_32m42JEiN56o7MVACLcBGAs/s1600/150958263559fa672b1e4b4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="667" data-original-width="1000" height="213" src="https://2.bp.blogspot.com/-7juu8zhbHCk/W8HX57MKhyI/AAAAAAAAWyU/Ssc92fsho5gY08rz_32m42JEiN56o7MVACLcBGAs/s320/150958263559fa672b1e4b4.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Kelahiran merupakan prosesi kehidupan yang sangat didambakan
kehadirannya oleh para orang tua. Tangis bayi sebagai tanda awal
kehidupan, biasanya akan disusul dengan tangis bahagia dari kedua orang
tua, khususnya ibu. Lelah mengandung selama 9 bulan bahkan lebih, dan
sakitnya melahirkan, seolah hilang begitu saja setelah melihat bahwa
bayi yang lahir berada dalam kondisi sehat walafiat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hanya
berbahagia saja tentunya tidak cukup, karena syariat agama Islam
mengajarkan kepada kita untuk melakukan rangkaian dzikir dan doa yang
patut dilakukan saat bayi baru lahir. Dzikir dan doa ini utamanya
dilakukan oleh ayahnya, dan tetap dianjurkan bagi yang lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Rangkaian dzikir dan doa tersebut telah dirangkum oleh Sayyid Muhammad bin 'Ali al-Tarimi dalam <span style="font-style: italic;">al-Wasail al-Syafi'ah fi al-Adzkar al-Nafi'ah wa al-Aurad al-Jami'ah</span> (Beirut: Dar al-Ihya al-‘Ilm, 2000), hal. 269, sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Membaca adzan pada telinga bayi sebelah kanan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Membaca iqamah pada telinga bayi sebelah kiri</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Membaca doa berikut pada telinga bayi sebelah kanan:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 24px;">اللهم اجْعَلْهُ بَارًّا تَقِيًّا رَشِيْدًا وَأَنْبِتْهُ فِي الْإِسْلَامِ نَبَاتًا حَسَنًا</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Allâhummaj’alhu bârran taqiyyan rasyîdan wa-anbit-hu fil islâmi nabâtan hasanan</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Ya
Allah, jadikanlah ia (bayi) orang yang baik, bertakwa, dan cerdas.
Tumbuhkanlah ia dalam islam dengan pertumbuhan yang baik.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Membaca surat al-Ikhlâsh pada telinga bayi sebelah kanan</div>
<div style="text-align: justify;">
5. Membaca surat al-Qadr pada telinga bayi sebelah kanan</div>
<div style="text-align: justify;">
6. Membaca ayat Q.S. Ali Imran (3: 36) pada telinga bayi sebelah kanan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 24px;">وَإِنّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Wa innî u’îdzu bika wadzurriyyatahâ minasysyaithânir rajîm</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku memohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari pada setan yang terkutuk.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
7. Membaca doa berikut pada telinga bayi sebelah kanan:</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 24px;">أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَآمَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَآمَّةٍ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">A’ûdzu bikalimatiLlâhi at-tâmmati min kulli syaithânin wa hâmmatin wamin kulli ‘ainin lâmmatin</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah dari segala setan, kesusahan, dan pandangan yang jahat.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">(Muhammad Ibnu Sahroji)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/82962/doa-yang-dibaca-saat-bayi-baru-lahir </span></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-941458190494826812018-10-13T18:33:00.001+07:002018-10-13T18:33:17.485+07:00Doa yang Dibaca saat Proses Persalinan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-7juu8zhbHCk/W8HX57MKhyI/AAAAAAAAWyU/Ssc92fsho5gY08rz_32m42JEiN56o7MVACLcBGAs/s1600/150958263559fa672b1e4b4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="667" data-original-width="1000" height="213" src="https://2.bp.blogspot.com/-7juu8zhbHCk/W8HX57MKhyI/AAAAAAAAWyU/Ssc92fsho5gY08rz_32m42JEiN56o7MVACLcBGAs/s320/150958263559fa672b1e4b4.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Persalinan merupakan sebuah proses yang harus dilalui oleh seorang
ibu untuk menghadirkan kehidupan yang baru di dunia. Perasaan khawatir,
harap-harap cemas dan lainnya campur aduk menjadi satu saat proses ini
terjadi. Satu hal yang pastinya paling diharapkan ialah bayi yang
dilahirkan berada dalam kondisi sehat, utuh tanpa cacat, dan segala
kebaikan lainnya. Di samping itu juga berharap ibu yang melahirkan juga
selamat dan cepat kembali bugar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Agar
persalinan lancar dan terhindar dari segala bahaya melahirkan, Syekh
Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi, dalam <span style="font-style: italic;">al-Adzkâr al-Muntakhabah min Kalâmi Sayyid al-Abrâr</span>,
(Surabaya: Kharisma, 1998), hal. 298 menjelaskan bahwa ketika
detik-detik persalinan berlangsung, seyogianya sang suami, sambil
menunggu lahirnya jabang bayi, membaca:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Ayat kursi sebanyak satu kali</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Membaca Surat al-A’raf ayat 54:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 24px;">إِنَّ
رَبَّكُمُ الله الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ
أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ
يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ
بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ الله </span>رَبُّ الْعَالَمِينَ</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">“Inna
Rabbakumulladzî kholaqas samâwâti wal ardla fî sittati ayyâmin
tsummastawâ ‘alal ‘arsyi yughsyil lailan nahâra yathlubuhu hatsîtsan
wasy syamsa wal qamara wan nujûma musakhkharâtim bi amrihi alâ lahul
khalqu wal amru tabârokaLlâhi rabbil ‘âlamîn” </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam
enam hari. Lalu Dia bersemayam di ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula)
matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Surat al-Falaq sebanyak satu kali</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Surat an-Nâs sebanyak satu kali</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
5. Di samping bacaan di atas, suami juga dianjurkan untuk memperbanyak membaca doa di bawah ini:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 24px;"> لَآ
إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ لَآإِلَهَ إِلَّا اللهُ
رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ لَآإِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Lâ
ilâha illaLlâhul ‘adzîmul halîm. Lâ ilâha illaLlâhu Rabbul ‘arsyil
‘adzîm. Lâ ilâha illaLlâhu Rabbus samâwâti wal ardli wa Robbul ‘arsyil
‘adzîm</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Tiada tuhan selain Allah Yang
Maha Agung lagi Bijaksana. Tiada tuhan selain Allah Pemilik ‘Arsy yang
Agung. Tiada tuhan selain Allah Pemilik langit dan bumi dan ‘Arsy yang
Agung”.</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Demikian semoga bermanfaat dan semoga diijabah oleh Allah SWT. Amin. Wallahu a’lam bi shawab. <span style="font-weight: bold;">(Muhammad Ibnu Sahroji)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/82853/doa-yang-dibaca-saat-proses-persalinan </span></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-76431910467913002602018-08-05T07:59:00.003+07:002018-08-05T07:59:37.246+07:00Hukum Keluar dari Grup WhatsApp atau 'Left Group'<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-D_5ZyPpz6-8/W2ZL7GgBIMI/AAAAAAAAU7Y/SPcbAYtN8mg9QcXHmymOr2zj9H6yw5jYACLcBGAs/s1600/15225922985ac0ea2a96682.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="553" data-original-width="800" height="221" src="https://3.bp.blogspot.com/-D_5ZyPpz6-8/W2ZL7GgBIMI/AAAAAAAAU7Y/SPcbAYtN8mg9QcXHmymOr2zj9H6yw5jYACLcBGAs/s320/15225922985ac0ea2a96682.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Assalamu ‘alaikum wr. wb.</span><br />Redaksi Bahtsul Masail <span style="font-style: italic;">NU Online</span>,
kita dianjurkan untuk menjaga silaturahmi. Banyak grup whatsApp dibuat
untuk pelbagai kepentingan di mana nomor kontak kita dimasukkan ke dalam
grup tersebut. Pertanyaan saya, bolehkah kita keluar dari grup tersebut
karena tidak nyaman? Apakah left dari grup adalah bentuk pemutusan
hubungan silaturahmi? Mohon dijelaskan. Terima kasih. <span style="font-style: italic;">Wassalamu ‘alaikum wr. wb.</span> (Siti Rahmah/Jakarta Utara)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jawaban</span><br /><span style="font-style: italic;">Assalamu ‘alaikum wr. wb.</span><br />Penanya
yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua.
Saat ini orang banyak tergabung dalam berbagai grup whatsApp. Mereka
juga membuat grup whatsApp untuk berbagai kepentingan.<br /><br />Adapun
faktor yang membuat seseorang keluar dari grup whatsApp berbagai macam
mulai dari gangguan hape karena terlalu banyak grup yang diikuti (ini
sering jadi alasan yang dibuat-buat), selesainya kerja bersama karena
grup itu bersifat sementara, baterai mudah lemah, karena pusing terlalu
banyak grup yang diikuti, atau mundur karena merasa tidak akan bisa
aktif berpartisipasi di dalam grup.<br /><br />Tetapi ada pula yang sengaja
keluar dari grup whatsApp karena sebagian anggota gemar menyebarkan
hoaks, ujaran kebencian, berisi ghibah, atau lelucon-lelucon yang tidak
perlu.<br /><br />Keluar atau left dari grup adalah tindakan darurat di mana
grup lebih dominan berisi hoaks, ujaran kebencian, atau informasi yang
sangat naif. Kalau tanpa uzur apapun, left dari grup bukan pilihan
terbaik. Keluar atau left dari grup merupakan pilihan kesekian.<br /><br />Tetapi
ketika arus informasi di grup tak terkendali, maka keluar dari grup
whatsApp dimungkinkan sebagai keterangan Imam An-Nawawi berikut ini:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">اعلم
أنه ينبغي لمن سمع غيبة مسلم أن يردها ويزجر قائلها، فإن لم ينزجر بالكلام
زجره بيده، فإن لم يستطع باليد ولا باللسان، فارق ذلك المجلس، فإن سمع
غيبة شيخه أو غيره ممن له عليه حق، أو كان من أهل الفضل والصلاح، كان
الاعتناء بما ذكرناه أكثر</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Ketahuilah, orang
yang mendengar ghibah terhadap seorang Muslim seyogianya menolak ghibah
tersebut dan menegur orang yang melontarkannya. Jika dengan ucapan
orang itu tidak berhenti, maka ia boleh mengambil langkah-langkah
nonverbal. Jika tidak sanggup menegur secara verbal dan nonverbal, maka
ia boleh mufaraqah atau <span style="font-style: italic;">walk out</span>
dari majelis tersebut. Jika ia mendengar ghibah terhadap gurunya, orang
yang memiliki hak atasnya, atau orang terpandang atau saleh, maka
perhatiannya terhadap keterangan kami tadi harusnya lebih besar,” (Lihat
Imam An-Nawawi, <span style="font-style: italic;">Al-Adzkar</span>, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 294).<br /><br />Menurut
Imam An-Nawawi, Islam menganjurkan kita menegur orang lain yang
menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian terkait guru agama atau para
kiai. Hal ini didasarkan pada hadits berikut ini:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">روينا
في كتاب الترمذي عن أبي الدرداء رضي الله عنه عن النبي (صلى الله عليه
وسلم) قال: من رد عن عرض أخيه رد الله عن وجهه النار يوم القيامة قال
الترمذي: حديث حسن</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Kami diriwayatkan di
Kitab At-Tirmidzi dari Abu Darda RA, dari Rasulullah SAW bahwa ia
bersabda, ‘Siapa saja yang membela kehormatan saudaranya, maka Allah
akan menjauhkan wajahnya dari api neraka pada Hari Kiamat.’ Imam
At-Tirmidzi berkata, kualitas hadits ini hasan,” (Lihat Imam An-Nawawi, <span style="font-style: italic;">Al-Adzkar</span>, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 294).<br /><br />Pembelaan
kehormatan orang lain atau guru agama di grup whatsApp bisa dilakukan
dalam berbagai bentuk. Ibnu ‘Alan menyebutkan dua bentuk pembelaan nama
orang lain sebagai berikut:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">قوله من رد عن عرض أخيه أي إذا اغتيب إما بتكذيب القائل أو بحمل ما تكلم به عنه على محمل حسن يخرج به عن كونه ذما</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Maksud ungkapan ‘Siapa saja yang membela kehormatan saudaranya’ adalah
ketika saudaranya dighibahkan ia mendustakan ucapan orang yang
melontarkannya atau menafsirkan ghibah itu dengan pengertian baik atau
husnuzhan di mana yang terkena ghibah tidak tercela dalam pandangannya,”
(Lihat Ibnu ‘Alan, <span style="font-style: italic;">Al-Futuhatur Rabbaniyyah</span>, [Beirut: Daru Ihyait Turats Al-Arabi, tanpa catatan tahun], juz VII, halaman 15).<br /><br />Perihal
yang disebarkan melalui hoaks atau ujaran kebencian itu bisa dikaitkan
dengan sasaran ghibah. Imam Al-Ghazali menyebut sejumlah sasaran ghibah
terkait seseorang dalam <span style="font-style: italic;">Ihya Ulumiddin</span> berikut ini:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">بيان
معنى الغيبة وحدودها اعلم أن حد الغيبة أن تذكر أخاك بما يكرهه لو بلغه،
سواء ذكرته بنقص في بدنه أو نسبه أو في خلقه أو في فعله أو في قوله أو في
دينه أو في دنياه حتى في ثوبه وداره ودابته</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Bab menerangkan ghibah dan batasannya. Ketahuilah, batasan ghibah
adalah ucapanmu terkait orang lain dengan konten yang tidak disenanginya
bila pesan itu sampai padanya. Sama saja, apakah kamu menyebut
kekurangan pada fisik, nasab, akhlak, perbuatan, ucapan, tingkat
kesalehan, soal keduniaan, bahkan pakaian, rumah, dan kendaraannya,”
(Lihat Al-Ghazali, <span style="font-style: italic;">Ihya’ Ulumiddin</span>, [Kairo: Darus Syi’ib, tanpa catatan tahun], juz IX, halaman 1599).<br /><br />Menurut
hemat kami, anggota grup whatsApp sejak awal mesti mengetahui tujuan
pembentukan grup. Dengan tujuan yang jelas, mereka dapat membuat
norma-norma yang mesti dipatuhi setiap anggota. Inisiator pembuat grup
whatsApp atau admin dalam hal ini dapat bertindak sebagai moderator yang
bertanggung jawab atas arus informasi dalam grup.<br /><br />Adapun keluar
dari grup, menurut kami, bukan pilihan terbaik. Ia hanya jalan terakhir
yang harus ditempuh bila konten di dalamnya tak terkendali sementara
norma-norma yang disepakati anggota grup whatsApp tak lagi diindahkan
sebagai keterangan Imam An-Nawawi di muka. Jadi, keluar dari grup tidak
serta selalu harus dimaknai sebagai pemutusan silaturahmi.<br /><br />Demikian
jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu
terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,<br />Wassalamu ’alaikum wr. wb.</span><br /><br />(<span style="font-weight: bold;">Alhafiz Kurniawan</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/88072/hukum-keluar-dari-grup-whatsapp-atau-left-group </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-35895519061809647402018-08-05T07:56:00.001+07:002018-08-05T07:56:22.669+07:00Hukum Lihat Foto atau Video Lawan Jenis di Media Sosial<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-5x186hS9k-E/W2ZLITlEcSI/AAAAAAAAU7Q/l2xfFHv86qQdXsQyqsUvRdmN5w6ekEwugCLcBGAs/s1600/15302611615b35eea939745.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="489" data-original-width="800" height="195" src="https://4.bp.blogspot.com/-5x186hS9k-E/W2ZLITlEcSI/AAAAAAAAU7Q/l2xfFHv86qQdXsQyqsUvRdmN5w6ekEwugCLcBGAs/s320/15302611615b35eea939745.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Assalamu 'alaikum wr. wb.</span><br />Redaksi bahtsul masail <span style="font-style: italic;">NU Online</span>,
saya mau bertanya soal melihat foto atau video lawan jenis yang bukan
mahram di media sosial mengingat kita hidup di era media sosial. Mohon
penjelasan terkait melihat foto atau video lawan jenis yang bukan mahram
Terima kasih. <span style="font-style: italic;">Wassalamu 'alakum wr. wb.</span> (Maryati/Bandung).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jawaban</span><br /><span style="font-style: italic;">Assalamu ‘alaikum wr. wb.</span><br />Penanya
dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada
kita semua. Pertama yang disampaikan di sini adalah ulama sepakat bahwa
seorang laki-laki haram memandang aurat perempuan muda yang bukan
mahramnya sebagaimana keterangan <span style="font-style: italic;">Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah</span> berikut ini:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">اتَّفَقَ
الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ نَظَرُ الرَّجُل إِلَى عَوْرَةِ
الْمَرْأَةِ الأَجْنَبِيَّةِ الشَّابَّةِ. وَاسْتَدَلُّوا عَلَى ذَلِكَ
بِأَدِلَّةٍ مِنْهَا قَوْلُهُ تَعَالَى: قُل لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا
مِنْ أَبْصَارِهِمْ، وَبِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ
ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ. ثُمَّ اخْتَلَفُوا فِي
تَحْدِيدِ الْعَوْرَةِ الَّتِي يَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهَا عَلَى
أَقْوَالٍ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Ulama bersepakat bahwa kaum pria
haram memandang aurat perempuan muda bukan mahram. Mereka mendasarkan
pandangannya dengan sejumlah dalil, salah satunya firman Allah,
‘Katakanlah kepada orang beriman, ‘Hendaklah mereka menundukkan
padandangan mereka,’’ dan sabda Rasulullah SAW, ‘Allah menakdirkan
sebagian dari zina untuk anak Adam di mana ia akan melakukan itu, bukan
mustahil. Zina mata adalah melihat.’ Tetapi ulama berbeda pendapat
perihal batasan aurat yang haram untuk dilihat pada sejumlah pendapat,”
(Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, <span style="font-style: italic;">Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah</span>, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 40, halaman 341).<br /><br />Tetapi di mana batasan aurat perempuan, pandangan ulama terbelah menjadi empat pendapat.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Pertama</span>,
seseorang boleh memandang wajah dan telapak tangan perempuan muda yang
bukan mahram jika tanpa syahwat. Selain keduanya haram dilihat tanpa
uzur syari. Pandangan ini dipegang oleh Madzhab Hanafi dan Maliki.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وإن
كانت المرأة أجنبية: حرم النظر إليها عند الحنفية إلا وجهها وكفَّيها،
لقوله تعالى: ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها [النور:31/24]. قال علي
وابن عباس: ما ظهر منها الكحل والخاتم أي موضعهما وهو الوجه والكف، والمراد
من الزينة في الآية موضعها، ولأن في إبداء الوجه والكف ضرورة لحاجتها إلى
المعاملة مع الرجال أخذاً وعطاء.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Jika
perempuan itu adalah orang lain (bukan mahram), maka seseorang tidak
boleh memandangnya–menurut Madzhab Hanafi–kecuali wajah dan telapak
tangannya berdasarkan firman Allah ‘Mereka tidak menampakkan
perhiasannya kecuali apa yang tampak padanya,’ (Surat An-Nur ayat 31).
Sayyidina Ali RA dan Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa yang tampak padanya
adalah celak mata dan cincin, yaitu tempat keduanya, wajah dan telapak
tangan. Yang dimaksud perhiasan pada ayat ini adalah anggota badan
perempuan tempat perhiasan. Pasalnya, penampakan wajah dan telapak
tangan bersifat darurat (tidak bisa dihindari) yang menjadi keperluan
perempuan dalam bertransaksi dengan pihak pria baik memberi maupun
menerima,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H], juz 3,
halaman 561).<br /><br /><span style="font-style: italic;">Kedua</span>,
seorang laki-laki haram memandang wajah dan telapak tangan perempuan
yang bukan mahram tanpa uzur syar’i baik aman atau tidak aman dari
fitnah. Kedua anggota perempuan ini termasuk aurat perempuan sebagaimana
anggota tubuh selain keduanya. Pendapat ini dipegang oleh Madzhab
Syafi’I dan Hanbali. Tetapi kalau ada uzur syari seperti saat meminang,
dibolehkan untuk memandangnya.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Ketiga</span>,
seorang laki-laki haram memandang anggota tubuh perempuan yang bukan
mahram selain wajah dan telapak tangan tanpa uzur dan tanpa hajat. Hanya
saja seorang laki-laki makruh memandang keduanya. Sebaiknya memandang
keduanya ditinggalkan sebagaimana fatwa ulama mutaakhirin dari kalangan
hanafiyah dan ahli fatwa.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Keempat</span>,
seseorang laki-laki boleh memandang wajah, telapak tangan, dan kedua
kaki perempuan bukan mahram dengan catatan tanpa syahwat seperti
diriwayatkan Hasan bin Ziyad dari Abu Hanifah. Pendapat ini juga
dikemukakan oleh sebagian Madzhab Maliki.<br /><br />Berkaitan dengan
pendapat keempat ini, sebuah riwayat dari Abu Yusuf mengatakan bahwa dua
lengan perempuan boleh terlihat ketika membasuh dan masak. Sebagian
ulama lain mengatakan bahwa seorang laki-laki boleh memandang dua betis
perempuan tanpa syahwat.<br /><br />Perbedaan pendapat di kalangan ulama
terjadi antara lain karena perbedaan pandangan mereka perihal
pengecualian yang terdapat pada Surat An-Nur ayat 31 di samping beberapa
riwayat hadits lainnya. Wajah dan telapak tangan muncul sebagai
pengecualian pada Surat An-Nur ayat 31 dengan pertimbangan adat dan
ibadat. Pertimbangan adat dan ibadat ini yang dipakai oleh Al-Qurthubi,
seorang ahli tafsir Madzhab Maliki berikut ini:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">قَال
الْقُرْطُبِيُّ : لَمَّا كَانَ الْغَالِبُ مِنَ الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ
ظُهُورُهُمَا عَادَةً وَعِبَادَةً وَذَلِكَ فِي الصَّلاَةِ وَالْحَجِّ ،
فَيَصْلُحُ أَنْ يَكُونَ الاِسْتِثْنَاءُ رَاجِعًا إِلَيْهِمَا. وَبِمَا
رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ
أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا دَخَلَتْ عَلَى رَسُول اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ،
فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَقَال: يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا
بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا
وَهَذَا، وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ. وَالْحَدِيثُ فِيهِ
دَلاَلَةٌ عَلَى أَنَّ الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ مِنَ الْمَرْأَةِ
الأَجْنَبِيَّةِ لَيْسَا بِعَوْرَةٍ، وَأَنَّ لِلرَّجُل أَنْ يَنْظُرَ
إِلَيْهِمَا</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Al-Qurthubi mengatakan, wajah
dan kedua telapak tangan secara umum tampak dalam keseharian dan dalam
peribadatan, yaitu pada shalat dan haji sehingga pengecualian (terkait
aurat) itu layak merujuk pada dua hal itu. Pandangan ini juga didasarkan
pada riwayat dari Aisyah RA bahwa Asma binti Abu Bakar RA dengan
pakaian halus menemui Rasulullah SAW dan beliau berpaling darinya,
‘Wahai Asma, ketika perempuan sudah memasuki usia haidh (baligh),
tubuhnya tidak pantas terlihat kecuali ini dan itu,’ Rasul
mengisyaratkan wajah dan kedua telapak tangannya. Hadits ini menjadi
dalil bahwa kedua anggota badan itu bukan mahram itu bukan aurat
perempuan. Laki-laki boleh melihat keduanya,” (Lihat Wizaratul Awqaf was
Syu`unul Islamiyyah, <span style="font-style: italic;">Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah</span>, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz 40, halaman 342).<br /><br />Adapun
perihal memandang dengan syahwat atau tanpa syahwat, kami tidak
menemukan keterangan secara lugas selain keterangan Wahbah Az-Zuhayli
berikut ini:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وإن
كان لا يأمن الشهوة: لا ينظر إلى وجهها إلا لحاجة ضرورية. وبه يظهر أن حل
النظر مقيد بعدم الشهوة، وإلا فحرام. والواجب المنع في زماننا من نظر
الشابة. ويدل لحرمة النظر: حديث صحيح: «العينان تزنيان، وزناهما النظر،
واليدان تزنيان، وزناهما البطش». وحد الشهوة: تحرك الآلة</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Tetapi jika tidak aman dari fitnah, maka seseorang tidak boleh
memandang wajah perempuan kecuali ada keperluan mendesak. Dari sini
tampak bahwa kebolehan memandang lawan jenis bukan mahram itu terbatas
pada ketiadaan syahwat. Kalau dengan syahwat, maka penglihatan itu
haram. yang harus dihindari di era kita sekarang ini adalah memandang
perempuan muda. Keharaman ini didasarkan pada hadits shahih, ‘Dua mata
berzina. Zina keduanya adalah memandang. Dua tangan berzina. Zina
keduanya adalah memegang.’ Batasan syahwat itu adalah menggerakkan alat
(kelamin),” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, <span style="font-style: italic;">Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh</span>, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H], juz 3, halaman 561).<br /><br />Dari
sini, kita dapat menyimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat perihal
melihat wajah lawan jenis yang bukan mahram di media sosial baik foto
maupun video karena sebagian ulama seperti Madzhab Syafi’i menganggap
wajah dan telapak tangan bagian dari aurat perempuan bukan mahram. Namun
demikian, mayoritas ulama berpendapat bahwa wajah bukan bagian dari
aurat.<br /><br />Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan
baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para
pembaca.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,</span><br /><span style="font-style: italic;">Wassalamu ’alaikum wr. wb.</span><br /><br />(<span style="font-weight: bold;">Alhafiz Kurniawan</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/92297/hukum-lihat-foto-atau-video-lawan-jenis-di-media-sosial </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-73574825956995909332018-08-05T07:49:00.001+07:002018-08-05T07:49:48.886+07:00Ciri-ciri Ahli Surga di Dunia<div class="s-post" style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBnhtaBLUNaU-13pOthrzZcGg8HqhzfcxE8DznEtWzCyVcEZOTH0G6yqpZn-yGb7-QnpD5Fgd4xyN7hyphenhyphenF0bVNVMIvUfshrQVx5lThoVwT8Seo3SNx9a4o_ZLaiGIzFvmI4Gb3MJbIo3Wl8/s1600/imageContent.php+5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="690" data-original-width="944" height="233" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBnhtaBLUNaU-13pOthrzZcGg8HqhzfcxE8DznEtWzCyVcEZOTH0G6yqpZn-yGb7-QnpD5Fgd4xyN7hyphenhyphenF0bVNVMIvUfshrQVx5lThoVwT8Seo3SNx9a4o_ZLaiGIzFvmI4Gb3MJbIo3Wl8/s320/imageContent.php+5.jpg" width="320" /></a></div>
<div>
Selama di dunia kita tidak mengetahui siapa
saja di antara kita yang ahli surga maupun ahli neraka kecuali
orang-orang yang mendapatkan nash jaminan masuk surga, seperti sepuluh
orang yang telah dijanjikan oleh Rasulullah<span style="font-style: italic;"> shallallahu 'alaihi wa sallam</span>.
Di antara mereka adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Sa'ad bin Abi
Waqash, Abdurrahman bin Auf dan lain sebagainya. Di luar orang yang
mendapat jaminan, tidak ada makhluk manapun yang bisa memastikan orang
ini masuk ke surga atau neraka. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Namun setidaknya, Abdullah bin Zaid <span style="font-style: italic;">radliyallahu anh </span>sebagaimana dikutip oleh Abdul Wahab as-Sya'rani dalam <span style="font-style: italic;">Mukhtashar at-Tadzkirah lil Qurthubi </span>(Kairo,
Dâru Ihya' al-Kutub al-Arabiyyah, halaman 93) memberikan gambaran
ciri-ciri orang ahli surga yang dapat ditelisik saat mereka masih di
dunia sesuai dengan sifat yang telah difirmankan dalam Al-Qur'an.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Di
antara mereka ciri ahli surga yang dapat dilihat di dunia ini adalah
orang yang hidupnya penuh dengan kesedihan, galau, menangis, dan takut
akan adzab Allah. Kesedihan dan galau di sini bukan sebab memikirkan
masalah dunia, namun sedih tentang bagaimana hubungannya dengan Allah,
nasibnya di akhirat kelak dan seterusnya. Dengan kesedihan yang mendalam
tersebut, Allah <span style="font-style: italic;">subhânahu wa ta'âlâ </span>menggantinya dengan hidup penuh kebahagiaan di akhirat kelak. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-size: 18px;">قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ، فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ </span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Artinya:
"Mereka berkata 'Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di
tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab). Maka Allah
memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka'."
(QS At-Thȗr: 26-27)</div>
<br /><div>
Demikian
berlaku sebaliknya. Allah juga memberikan ciri-ciri orang yang kelak
akan menghuni neraka. Yaitu orang yang di dunia selalu bergembira ria
dan tertawa-tawa (melupakan akhirat, <span style="font-style: italic;">red</span>).</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<span style="font-size: 18px;">إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا </span></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Artinya: “Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya." (QS Al-Insyiqaq: 13)</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dalam tafsir al-Jalalain dikatakan, maksud bergembira di sini adalah dengan mengikuti hawa nafsunya. </div>
<br /><div>
Dengan
demikian kita dapat mengambil pelajaran, betapa pentingnya memikirkan
nasib kita di akhirat. Kata Buya Hamka, “kalau hidup sekadar hidup, babi
di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja."
Oleh karena itu, sebagai umat Islam kita tidak boleh sekadar makan,
bekerja dan bercanda. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Islam tidak
menentang kemajuan. Islam tidak anti terhadap inovasi. Tapi
terobosan-terobosan manusia Muslim tetap berdasar keimanan dan
ketakwaan. Umat Islam perlu memikirkan kehidupan setelah mati secara
serius supaya tidak terbuai dengan rayuan dunia yang bisa menjadikan
orang lalai, korupsi, dan lain sebagainya. <span style="font-style: italic;">Wallahu a'lam</span>. <span style="font-weight: bold;">(Ahmad Mundzir) </span></div>
<div>
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/89253/ciri-ciri-ahli-surga-di-dunia</span></div>
</div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-50992050569126010282018-08-05T07:45:00.001+07:002018-08-05T07:45:03.987+07:00Menjauhi Orang Miskin Sama dengan Menjauh dari Rasulullah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRP8ni2fE7iTjvYfFk10rnf7nh02sf6T9X-qw3P7UndQZmryVwVrzpm3oLsEmY4_iv6aOrELvHNOV3uaN5M0FLVTLtzI6AIB7dDrGWbHn24WbJVLIYNBCM1Qwl_yY7-A1fybtA_yL_GVs7/s1600/15310447475b41e38b73afe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="688" data-original-width="971" height="226" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRP8ni2fE7iTjvYfFk10rnf7nh02sf6T9X-qw3P7UndQZmryVwVrzpm3oLsEmY4_iv6aOrELvHNOV3uaN5M0FLVTLtzI6AIB7dDrGWbHn24WbJVLIYNBCM1Qwl_yY7-A1fybtA_yL_GVs7/s320/15310447475b41e38b73afe.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Banyak orang mengaku cinta Rasulullah<span style="font-style: italic;"> shallallahu alaihi wasallam</span>. Berbagai kegiatan mereka lakukan untuk menunjukkan cintanya kepada beliau. Dalam setiap doanya, mereka memohon kepada Allah<span style="font-style: italic;"> subhanahu wata’ala </span>agar
kelak di akhirat dikumpulkan bersama beliau di surga-Nya. Sayangnya
masih banyak dari mereka tidak mengikuti jejak beliau dalam mencintai
orang-orang miskin. Mereka malah menjauh dari orang-orang lemah itu
karena menganggap tidak selevel.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sikap
mereka yang seperti itu tidak sejalan dengan apa yang dicontohkan
Rasulullah baik dalam bentuk ucapan maupun tindakan. Dalam salah satu
doanya, beliau memohon kepada Allah agar dikumpulkan bersama orang-orang
miskin. Doa itu adalalah sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">اللهم أحيني مسكينا وأمتني مسكينا واحشرني في زمرة المساكين يوم القيامة</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Artinya:
“Ya Allah, hidupkanlah dan matikanlah aku sebagai orang miskin dan
kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin.” (HR: At-Tirmidzi).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari
doa tersebut dapat diketahui secara jelas bahwa Rasulullah menaruh
perhatian besar terhadap orang-orang miskin. Beliau tidak pernah
menjauhi mereka dengan alasan apa pun. Beliau justru suka mendekat
karena mencintai mereka dengan setulus hati. Hal ini sebagaimana
dikisahkan dalam kitab Al-Barzanji, karya Syaikh Ja’far bin Husin bin
Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji, halaman 123, sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">ويحب الفقراء والمساكين ويجلس معهم ويعود مرضاهم ويشيع جنائزهم ولا يحقر فقيرا </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Artinya:
“Beliau mencintai fakir miskin, duduk bersama mereka, membesuk mereka
yang sedang sakit, mengiring jenazah mereka, dan tidak pernah menghina
orang fakir.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhlak Rasulullah terhadap
orang-orang miskin tersebut hendaknya membuka kesadaran kita bahwa tidak
selayaknya kita mengaku cinta Rasulullah tetapi pada saat yang sama
kita menjauhi orang-orang yang beliau cintai. Bagaimana bisa kita akan
dikumpulkan bersama Rasulullah sementara kita menjauhi orang-orang yang
beliau sendiri memohon kepada Allah untuk dikumpulkan bersama mereka. </div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<br /></div>
<div>
Oleh
karena itu, barangsiapa berharap dikumpulkan bersama Rasulullah kelak
di akhirat, hendaklah mencintai orang-orang miskin dan mau berinteraksi
dengan mereka. Untuk maksud ini memang diperlukan sikap rendah hati atau
tawadhu’ sebagaimana dicontohkan beliau. Anggapan tidak selevel dengan
mereka harus dibuang jauh-jauh sebab hal ini merupakan kesombongan dan
sudah pasti menjadi hambatan untuk berinteraksi dengan mereka. </div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orang-orang
miskin memang harus kita dekati dan cintai karena ini adalah sunnah
beliau. Barangsiapa menjauhi sunnah beliau sesungguhnya ia bukan
umatnya. Ungkapan ini sejalan dengan hadits beliau yang diriwayatkan
dari Anas <span style="font-style: italic;">radliallahu anhu</span>: </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">فمن رغب عن سنتي فليس مني</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Artinya: “Maka barang siapa tidak suka dengan sunnahku sungguh ia bukan umatku.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">Muhammad Ishom</span>, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">http://www.nu.or.id/post/read/92637/menjauhi-orang-miskin-sama-dengan-menjauh-dari-rasulullah </span></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-22434924791131120212018-01-19T20:20:00.002+07:002018-01-19T20:20:34.263+07:00Hukum Bermakmum dengan Imam Lain Madzhab<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgX_1i0SGgvQoC1hIsqihr6N1fnk41nkl9sYJUTkPxEeRaUFatE1_jcjxZ_BsTqTe_dnITvMtLFLU-wWESocxKKbRYj6I4uEBkNkE9GbCFYGYqzY5RA7xFyTioTsk3voGzphDc8kHuDF8-2/s1600/15149873575a4cdf5ddc25f.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="774" height="248" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgX_1i0SGgvQoC1hIsqihr6N1fnk41nkl9sYJUTkPxEeRaUFatE1_jcjxZ_BsTqTe_dnITvMtLFLU-wWESocxKKbRYj6I4uEBkNkE9GbCFYGYqzY5RA7xFyTioTsk3voGzphDc8kHuDF8-2/s320/15149873575a4cdf5ddc25f.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.</span><br />Redaksi bahtsul masail <span style="font-style: italic;">NU Online</span>,
sebelumnya, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Sulkhan,
seorang mahasiswa baru di salah satu universitas di Yogyakarta. Saya
ingin bertanya, bagaimana hukumnya jika orang yang bermadzhab Imam
Syafi'i yang notabene mewajibkan basmalah pada setiap Surat Al-Fatihah
dalam shalat menjadi makmum terhadap imam yang tidak membaca basmalah
pada Surat Al-Fatihah dalam shalat (bisa jadi madzhab lain, Muhammadiyah
atau juga Wahabi)? Terima kasih. <span style="font-style: italic;">Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.</span> (Sulkhan/ Yoyakarta).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jawaban</span><br /><span style="font-style: italic;">Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.</span><br />Penanya
yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmatNya untuk kita semua.
Keragaman di negara kita ini tidak dapat dihindarkan. Ia adalah
keniscayaan yang merupakan sunatullah yang patut untuk disyukuri dan
disikapi dengan bijak, tidak terkecuali dalam urusan keyakinan
bermadzhab.<br /><br />Membaca basmalah dalam Surat Al-Fatihah memang
menjadi permasalahan yang diperselisihkan di antara ulama. Menurut
Madzhab Syafi’I, membaca basmalah di setiap rakaat sebelum membaca Surat
Al-Fatihah adalah wajib. Kalangan madzhab Hanafi dan Hanbali
berpendapat sunah. Menurut madzhab Maliki, hukumnya makruh sebagai
tercantum pada kitab <span style="font-style: italic;">Al-Fiqh alal Madzahibil Arba'ah</span> karya Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Beirut, Darul Fikr, 2008 M, juz I, halaman 221.<br /><br />Dalam
kaitannya dengan shalat berjama’ah, menurut pendapat kuat dalam madzhab
Syafi’i, salah satu yang harus terpenuhi bagi makmum adalah tidak
meyakini batal shalat imamnya. Semisal makmum bermadzhab Syafi’i yang
meyakini wajibnya basmalah, sedangkan imamnya bermadzhab Hanafi yang
meninggalkan bacaan basmalah karena meyakini bahwa basmalah hanya sunah.
Dalam kasus tersebut, shalatnya makmum tidak sah.<br /><br />Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam <span style="font-style: italic;">Al-Minhajul Qawim</span> mengatakan sebagai berikut:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَأَنْ
لَا يَعْتَقِدَ بُطْلَانَهَا ) أَيْ بُطْلَانَ صَلَاةِ إِمَامِهِ ...اِلَى
اَنْ قَالَ...(كَحَنَفِيٍّ) أَوْ غَيْرِهِ اِقْتَدَى بِهِ شَافِعِيٌّ
وَقَدْ (عَلِمَهُ تَرَكَ فَرْضًا) كَالْبَسْمَلَةِ مَا لَمْ يَكُنْ
أَمِيْراً أَوِ الطُّمَأْنِيْنَةِ أَوْ أَخَلَّ بِشَرْطٍ كَأَنْ لَمِسَ
زَوْجَتَهُ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ فَلَا يَصِحُّ اقْتِدَاءُ الشَّافِعِيِّ
بِهِ حِيْنَئِذٍ اِعْتِبَارًا بِاعْتِقَادِ الْمَأْمُوْمِ لِأَنَّهُ
يَعْتَقِدُ أَنَّهُ لَيْسَ فِيْ صَلَاةٍ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Di
antara syarat berjama’ah adalah makmum tidak meyakini batalnya shalat
imamnya. Seperti imam yang bermadzhab Hanafi yang diikuti oleh makmum
bermadzhab Syafi’i, sementara makmum Syafi’i mengetahui imamnya yang
bermadzhab Hanafi meninggalkan kewajiban menurut keyakinannya seperti
membaca basmalah atau thuma’ninah, selama imamnya bukan pemimpin. Atau
makmum mengetahui imamnya meninggalkan syarat sah shalat seperti
memegang istrinya dan langsung shalat tanpa berwudhu’ terlebih dahulu.
Maka tidak sah shalatnya makmum yang bermadzhab Syafi’i dalam permasalah
ini, karena mempertimbangkan keyakinan makmum, sebab ia meyakini bahwa
imamnya tidak berada dalam shalat yang sah,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar
Al-Haitami, <span style="font-style: italic;">Al-Minhajul Qawim Hamisy Hasyiyah At-Tarmasi</span>, Jeddah, Darul Minhaj, cetakan pertama, 2011, juz III, halaman 700).<br /><br />Sementara
menurut pendapat lemah dari madzhab Syafi’i, permasalahan sahnya
berjama’ah dititikberatkan pada keyakinan imamnya, meskipun menurut
madzhab yang dianut makmum menghukumi tidak sah. Dalam permasalahan
imamnya yang tidak membaca basmalah karena ia bermadzhab Hanafi,
sementara makmumnya bermadzhab Syafi’i yang meyakini kewajiban basmalah,
maka shalatnya makmum tetap dinyatakan sah. Karena imam sudah benar
melakukan tuntunan shalat sesuai dengan madzhab yang dianutnya. Berbeda
apabila yang imamnya bermadzhab Hanafi melakukan kesalahan menurut
madzhabnya, meskipun menurut madzhab makmumnya bukan merupakan sebuah
kesalahan, maka shalatnya makmum tidak sah.<br /><br />Syekh Al-Khathib As-Syarbini mengatakan:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَلَوْ
اقْتَدَى شَافِعِيٌّ بِحَنَفِيٍّ ) فَعَلَ مُبْطِلًا عِنْدَنَا دُونَهُ
كَأَنْ ( مَسَّ فَرْجَهُ ) أَوْ تَرَكَ الطُّمَأْنِينَةَ أَوْ
الْبَسْمَلَةَ أَوْ الْفَاتِحَةَ أَوْ بَعْضَهَا ( أَوْ ) عِنْدَهُ
دُونَنَا كَأَنْ ( افْتَصَدَ فَالْأَصَحُّ الصِّحَّةُ ) أَيْ صِحَّةُ
الِاقْتِدَاءِ ( فِي الْفَصْدِ دُونَ الْمَسِّ ) وَنَحْوِهِ مِمَّا
تَقَدَّمَ ( اعْتِبَارًا بِنِيَّةِ ) أَيْ اعْتِقَادِ ( الْمُقْتَدِي )
لِأَنَّهُ مُحْدِثٌ عِنْدَهُ بِالْمَسِّ دُونَ الْفَصْدِ ، وَالثَّانِي
عَكْسُ ذَلِكَ اعْتِبَارًا بِاعْتِقَادِ الْمُقْتَدَى بِهِ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Apabila makmum penganut madzhab Syafi’i mengikuti imam penganut
madzhab Hanafi yang melakukan perkara yang membatalkan shalat menurut
keyakinan makmum, bukan keyakinan imam, seperti memegang kemaluan,
meninggalkan thuma’ninah, basmalah, Surat Al-Fatihah atau sebagiannya,
atau jika imam melakukan perkara yang membatalkan menurut keyakinannya,
bukan menurut keyakinan makmum, seperti berbekam (menurut madzhab Hanafi
dapat membatalkan wudhu’, sementara menurut madzhab Syafi’i tidak
membatalkan), maka menurut pendapat kuat shalat jama’ahnya makmum sah
dalam permasalahan imamnya berbekam, bukan permasalahan menyentuh
kemaluannya, karena mempertimbangkan pada keyakinan makmum. Sebab imam
dinyatakan berhadats menurut keyakinan makmum karena menyentuh kemaluan,
bukan karena berbekam. Menurut pendapat kedua, berkebalikan dari
pendapat pertama (sah dalam permasalahan imamnya menyentuh kemaluan, dan
tidak sah dalam persoalan imamnya berbekam), karena mempertimbangkan
kepada keyakinan imam,” (Lihat Syekh Khathib As-Syarbini, <span style="font-style: italic;">Mughnil Muhtaj</span>, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cetakan ketiga, 2011 M, juz I, halalaman 332).<br /><br />Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum shalatnya makmum yang
bermadzhab Syafi’i sebagaimana ditanyakan oleh penanya di atas merupakan
ikhtilaf di kalangan ulama. Menurut pendapat kuat, tidak sah. Sementara
menurut pendapat lemah, sah.<br /><br />Kedua pendapat tersebut memiliki
tendensi masing-masing. Keduanya dapat diikuti. Saran kami, dalam
kondisi tidak terdesak, sebisa mungkin agar makmum memastikan shalatnya
imam tidak batal menurut keyakinan yang dianut makmum. Namun apabila
kondisinya menuntut agar bermakmum kepada imam yang berbeda madzhab,
seperti untuk menjaga keharmonisan hubungan bertetangga, maka tidak ada
salahnya mengikuti pendapat kedua dari madzhab Syafi’i yang menghukumi
sah sebagaimana penjelasan di atas.<br /><br />Demikian semoga bermanfaat.
Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk konsisten menjalankan
ibadah. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para
pembaca.<br /><br />Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, <br />Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.<br /><br /><br />(<span style="font-weight: bold;">M Mubasysyarum Bih</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/84951/hukum-bermakmum-dengan-imam-lain-madzhab </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-2011112213626299852018-01-19T20:18:00.001+07:002018-01-19T20:18:19.600+07:00Ini Cara Membedakan Penceramah Aswaja dan Non-Aswaja<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-WPyCN6Y6ckQ/WmHwCb4WfkI/AAAAAAAAPA4/M8DZq8f6MXo2K16PbZuUGokbakJPgE7LgCLcBGAs/s1600/15157388575a5856e98f279.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="605" data-original-width="912" height="212" src="https://4.bp.blogspot.com/-WPyCN6Y6ckQ/WmHwCb4WfkI/AAAAAAAAPA4/M8DZq8f6MXo2K16PbZuUGokbakJPgE7LgCLcBGAs/s320/15157388575a5856e98f279.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Assalamu alaikum.</span><br />Redaksi NU
Online, saya ada sedikit pertanyaan. Pertanyaannya, bagaimana cara
mudah membedakan aliran Aswaja dan non-Aswaja dalam pengajian? Kurang
lebihnya seperti itu pertanyaannya. Terima kasih. <span style="font-style: italic;">Wassalamu alaikum</span>. (Hamba Allah)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jawaban</span><br /><span style="font-style: italic;">Assalamu alaikum wr. wb.</span><br />Pembaca
yang kami hormati, semoga kita senantiasa diberi rahmat dan taufiq oleh
Allah SWT. Ahlussunah wal Jamaah dalam bidang fikih mengikuti salah
satu empat madzhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali. Dalam
akidah pengikut Aswaja mengikuti Syekh Abul Hasan Al-Asy’ari dan Abu
Manshur Al-Maturidi serta yang sejalan dengan keduanya. Dalam tasawuf
mereka mengikuti Imam Al-Ghazali, Abul Hasan As-Syadzili, Junaid
Al-Baghdadi, dan yang sejalan dengan mereka.<br /><br />Ahlussunah wal
Jamaah mengedepankan sikap tawassuth (moderat), tawazun (seimbang),
i’tidal (tegak lurus) dan tasammuh (toleran) dalam segala hal, termasuk
dalam hal berdakwah atau berceramah. Tidak terlalu ekstrem kanan yang
cenderung radikal, tidak pula ekstrem kiri yang cenderung liberal. Oleh
karenanya, penceramah yang berhaluan Ahlussunah wal Jamaah adalah orang
yang berpegang pada empat prinsip di atas.<br /><br />Untuk lebih memperjelas, setidaknya ada beberapa contoh kriteria pendakwah Ahlussunah wal Jamaah sebagai berikut:<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pertama, tidak mudah memvonis kafir dan munafik.</span><br />Prinsip
yang sejak dulu dipegang oleh ulama’ Aswaja adalah tidak mudah memvonis
orang lain dengan tuduhan miring seperti kafir atau munafik. Al-Imam
Al-Ghazali mengatakan:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَالَّذِيْ
يَنْبَغِي أَنْ يَمِيْلَ الْمُحَصَّلُ إِلَيْهِ الْاِحْتِرَازُ مِنَ
التَّكْفِيْرِ مَا وَجَدَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. فَإِنَّ اسْتِبَاحَةَ
الدِّمَاءِ وَالْأَمْوَالِ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ إِلَى الْقِبْلَةِ
الْمُصَرِّحِيْنَ بِقَوْلِ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ
اللهِ خَطَأٌ، وَالْخَطَأُ فِي تَرْكِ أَلْفِ كَافِرٍ فِي الْحَيَاةِ
أَهْوَنُ مِنَ الْخَطَأِ فِي سَفْكِ مَحْجَمَةٍ مِنْ دَمِ مُسْلِمٍ.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Yang seyogianya dibuat simpulan adalah, menjaga diri dari mengafirkan
orang lain sepanjang menemukan jalan (takwil) karena sungguh penghalalan
darah dan harta Muslim yang shalat menghadap kiblat, yang jelas-jelas
mengucapkan dua kalimat syahadat, merupakan kesalahan. Padahal
kekeliruan membiarkan hidup seribu orang kafir lebih ringan daripada
kekeliruan dalam membunuh satu nyawa Muslim,” (Lihat Abu Hamid
Al-Ghazali, <span style="font-style: italic;">Al-Iqtishad fil I’tiqad</span>, halaman 81).<br /><br /><br />Syekh Ibnu Najim al-Hanafi mengatakan:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَفِي
الْخُلَاصَةِ وَغَيْرِهَا إِذَا كَانَ فِي الْمَسْأَلَةِ وُجُوْهٌ
تُوْجِبُ التَّكْفِيْرَ وَوَجْهٌ وَاحِدٌ يَمْنَعُ التَّكْفِيْرَ فَعَلَى
الْمُفْتِيْ أَنْ يَمِيْلَ إِلَى الْوَجْهِ الَّذِيْ يَمْنَعُ
التَّكْفِيْرَ تَحْسِيْنًا لِلظَّنِّ بِالْمُسْلِمِ.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Dalam kitab al-Khulashah dan lainnya, apabila dalam satu persoalan,
terdapat banyak pertimbangan yang menetapkan kekufuran dan satu
pertimbangan yang mencegah kekufuran, maka wajib bagi mufti untuk
condong kepada pertimbangan yang mencegah kekufuran, untuk berperasangka
baik kepada sesama muslim”. (Syekh Ibnu Najim Al-Hanafi, <span style="font-style: italic;">Al-Bahrur Raiq</span>, juz V, halaman 134).<br /><br />Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani mengatakan:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَلَا
تَقْطَعْ اَيْ لَا تَجْزِمْ بِشَهَادَتِكَ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ اَيِ
الْمُسْلِمِيْنَ بِشِرْكٍ اَوْ كُفْرٍ اَوْ نِفَاقٍ فَاِنَّ ذَلِكَ أَمْرٌ
صَعْبٌ جِدًّا فَإِنَّ الْمُطَّلِعَ عَلَى السَّرَائِرِ هُوَ اللهُ
تَعَالَى فَلَا تَدْخُلُ بَيْنَ الْعِبَادِ وَبَيْنَ اللهِ تَعَالَى. قَالَ
صلى الله عليه وسلم مَا شَهِدَ رَجُلٌ عَلَى رَجُلٍ بِالْكُفْرِ اِلَّا
بَاءَ بِهِ اَحَدُهُمَا اِنْ كَانَ كَافِرًا فَهُوَ كَمَا قَالَ وَاِنْ
لَمْ يَكُنْ كَافِراً فَقَدْ كَفَرَ بِتَكْفِيْرِهِ اِيَّاهُ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Janganlah memastikan kesaksianmu atas orang Islam dengan syirik, kufur
atau munafik. Karena sesungguhnya hal tersebut perkara yang sangat
berat. Sesungguhnya yang dapat mengetahui beberapa isi hati adalah
Allah, maka engkau tidak bisa ikut campur urusan pribadi hamba dan
Tuhannya. Nabi Saw bersabda, tidaklah seseorang bersaksi kafir kepada
orang lain, kecuali vonis kafir tersebut kembali kepada salah satunya.
Jika yang dituduh betul kafir, maka benar seperti apa yang dituduhkan.
Jika yang dituduh tidak kafir, maka sungguh yang menuduh telah kafir
karena mengkafirkan pihak yang dituduh kafir,” (Syekh Nawawi Al-Bantani,
<span style="font-style: italic;">Maraqil Ubudiyyah</span>, Surabaya, Al-Hidayah, halaman 69).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kedua, tidak memberontak pemerintah.</span><br />Berdasarkan
ijma’ (kesepakatan) ulama, bahwa tindakan makar/pemberontakan terhadap
pemerintah yang sah adalah haram meski pemerintah itu fasik atau zalim.
Al-Imam An-Nawawi menegaskan:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَأَمَّا الْخُرُوجُ عَلَيْهِمْ وَقِتَالُهُمْ فَحَرَامٌ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ وَإِنْ كَانُوا فَسَقَةً ظَالِمِينَ.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Adapun keluar dari ketaatan terhadap penyelenggara negara dan
memeranginya maka hukumnya haram berdasarkan ijma’ ulama, meskipun
mereka fasik dan zalim,” (Lihat An-Nawawi, <span style="font-style: italic;">Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj</span>, Beirut, Daru Ihya’it Turats, 1392 H, juz XXII, halaman 229).<br /><br />Sepanjang
sejarah, ulama’ Aswaja tidak pernah ada kamus memberontak kepada
pemerintahan yang sah. Saat pemerintahan dipegang rezim Muktzilah, sikap
ulama Aswaja pada waktu itu tetap menghormati pemimpinnya. Ulama
seperti Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan beberapa ulama
besar Aswaja abad ke-3 hijriyah lainnya tidak pernah memfatwakan
pemberontakan kepada Khalifah Al-Makmun, Al-Mu’tashim, dan Al-Watsiq
dari kalangan Muktazilah Jahmiyyah yang memegang tampuk pemerintahan.<br /><br />Dr Abdul Fattah Qudais Al-Yafi’i menegaskan:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَلَمْ
نَسْمَعْ أَنَّ أَحَدًا مِنْهُمْ حَرَّمَ التَّعَامُلَ مَعَ أُوْلَئِكَ
الْقَوْمِ أَوْ مَنَعَ الْاِقْتِدَاءَ بِهِمْ أَوِ الْقِتَالَ تَحْتَ
رَايَتِهِمْ فَيَجِبُ أَنْ نَتَأَدَّبَ بِأَدَبِ السَّلَفِ مَعَ
الْمُخَالِفِ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Kami tidak mendengar salah
seorangpun dari mereka (ulama Aswaja) mengharamkan berinteraksi dengan
pemimpin-pemimpin yang bermadzhab Muktazilah itu atau mencegah umat
untuk mengikuti mereka atau mencegah berperang di bawah komando mereka.
Maka, wajib bagi kita beretika seperti etika ulama salaf dengan pemimpin
yang berbeda pandangan,” (Lihat Syekh Dr Abdul Fattah Qudais Al-Yafi’i ,
<span style="font-style: italic;">Al-Manhajiyyah Al-‘Ammah fil Aqidah</span>, Shan’a, Maktabah al-Jaylu al-Jadid, Shan’a, cetakan pertama, 2007 M, halaman 32-33).<br /><br />Andaikan
ditemukan kekeliruan dari kebijakan pemerintah, maka hendaknya memberi
nasihat dengan cara yang santun, bijak dan sesuai konstitusi. Tidak
dengan caci maki, mengumbar aib di media sosial atau cara-cara yang
inkonstitusional. Rasulullah SAW bersabda:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">مَنْ
كَانَتْ عِنْدَهُ نَصِيْحَةٌ لِذِيْ سُلْطَانٍ فَلَا يُكَلِّمْهُ بِهَا
عَلَانِيَّةً، وَلْيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَلْيَخْلُ بِهِ، فَإِنْ قَبِلَهَا
وَإِلَّا قَدْ كَانَ أَدَّى الَّذِيْ عَلَيْهِ وَالَّذِيْ لَهُ </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Barangsiapa hendak menasehati pemerintah, maka janganlah dengan
terang-terangan di tempat terbuka. Namun jabatlah tangannya, ajaklah
bicara di tempat tertutup. Bila nasihatnya diterima, bersyukurlah. Bila
tidak diterima, maka tidak mengapa, sebab sungguh ia telah memenuhi
kewajibannya dan memenuhi haknya,” (HR Al-Hakim, shahih).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ketiga, menghargai perbedaan.</span><br />Dalam
setiap perbedaan yang bersifat furu’iyyah, pendakwah Aswaja tidak
mengklaim sesat atau fasik kepada pihak lain. Syekh Abdul Qahir
Al-Baghdadi mengatakan tentang ciri khas Aswaja sebagai berikut:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَاِنَّمَا
يَخْتَلِفُوْنَ فِي الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ مِنْ فُرُوْعِ الْأَحْكَامِ
وَلَيْسَ بَيْنَهُمْ فِيَما اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنْهَا تَضْلِيْلٌ وَلَا
تَفْسِيْقٌ وَهُمُ الْفِرْقَةُ النَّاجِيَةُ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Dan mereka hanya berbeda dalam halal dan haram dari beberapa cabangan
hukum. Tidak ditemukan dalam perbedaan di antara mereka vonis penyesatan
dan tuduhan fasiq. Mereka adalah kelompok yang selamat,” (Lihat Syekh
Abdul Qahir Al-Baghdadi, <span style="font-style: italic;">Al-Farqu Bainal Firaq</span>, Beirut, Darul Afaq Al-Jadiddah, 1977 M, halaman 20).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Keempat, berdakwah dengan ramah.</span><br />Ulama
Aswaja berdakwah dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Mereka
berdakwah dengan cara bertahap. Sedikit demi sedikit menuntun
masyarakat, tidak secara frontal mengharamkan di sana sini. Al-Habib
Zain bin Ibrahim bin Smith mengatakan:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَقَالَ
سَيِّدُنَا الْإِمَامُ عَبْدُ اللهِ بْنِ حُسَيْنِ بْنِ طَاهِرٍ نَفَعَ
اللهُ بِهِ يَنْبَغِيْ لِمَنْ أَمَرَ بِمَعْرُوْفٍ أَوْ نَهَى عَنْ
مُنْكَرٍ أَنْ يَكُوْنَ بِرِفْقٍ وَشَفَقَةٍ عَلَى الْخَلْقِ يَأْخُذُهُمْ
بِالتَّدْرِيْجِ. فَإِذَا رَآهُمْ تَارِكِيْنَ لِأَشْيَاءَ مِنَ
الْوَاجِبَاتِ فَلْيَأْمُرْهُمْ بِالْأَهَمِّ فَالْأَهَمِّ. فَإِذَا
فَعَلُوْا مَا أَمَرَهُمْ بِهِ انْتَقَلَ إِلَى غَيْرِهِ وَأَمَرَهُمْ
وَخَوَّفَهُمْ بِرِفْقٍ وَشَفَقَةٍ مَعَ عَدَمِ النَّظَرِ مِنْهُ
لِمَدْحِهِمْ وَذَمِّهِمْ وَعَطَاهُمْ وَمَنْعِهِمْ، وِإِلَّا وَقَعَتِ
الْمُدَاهَنَةُ. وَكَذاَ إِذاَ ارْتَكَبُوْا مَنْهِيَّاتٍ كَثِيْرَةً
وَلَمْ يَنْتَهُوْا بِنَهْيِهِ عَنْهَا كُلِّهَا، فَلْيُكَلِّمْهُمْ فِيْ
بَعْضِهَا حَتَّى يَنْتَهُوْا، ثُمَّ يَتَكَلَّمُ فِيْ بَعْضِهَا حَتَّى
يَنْتَهُوْا، ثُمَّ يَتَكَلَّمُ فِيْ غَيْرِهَا وَهَكَذَا</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Habib Abdullah bin Husain bin Tahir mengatakan bahwa sebaiknya orang
yang menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran melakukannya dengan halus
dan penuh kasih sayang kepada makhluk. Mereka menuntunnya dengan
bertahap. Apabila masyarakat meninggalkan banyak kewajiban, maka
prioritaskanlah mereka dengan kewajiban yang paling urgen. Jika mereka
sudah mampu menjalankan satu kewajiban, maka baru berpindah kepada
kewajiban yang lain dan memerintahkan serta memberinya peringatan dengan
lembut dan kasih sayang dengan tidak mempedulikan sanjungan, cacian dan
pemberian mereka. Bila tidak demikian, maka akan terjadi mudahanah
(penipuan/ mengambil muka). Demikian pula jika masyarakat melakukan
banyak kemunkaran dan tidak dapat meninggalkan keseluruhannya, maka
cegahlah sebagiannya sampai mereka mampu meninggalkan. Kemudian beralih
pada persoalan lain sehingga mereka meninggalkannya, dan demikian
seterusnya.” (Lihat Habib Zain bin Smith, <span style="font-style: italic;">Al-Manhajus Sawi</span>, Jakarta, Darul Ulum Al-Islamiyyah, cetakan ketiga, 2008 M, halaman 311-312).<br /><br />Demikianlah
beberapa ciri dai berhaluan Aswaja. Dari keterangan di sini, dapat
dipahami bahwa ceramah yang tidak sesuai dengan ciri-ciri di atas adalah
cara dakwah yang tidak berhaluan Aswaja. Semoga bermanfaat. Saran kami,
berhati-hatilah dalam memilih penceramah agar tidak salah jalan. Kami
terbuka untuk menerima saran dan kritik.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,<br />Wassalamu alaikum wr. wb.</span><br /><br />(<span style="font-weight: bold;">M Mubasysyarum Bih</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/85152/ini-cara-membedakan-penceramah-aswaja-dan-non-aswaja </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-25651416386436370422018-01-19T20:16:00.000+07:002018-01-19T20:16:01.219+07:00Pesan Nabi Isa AS bagi Para Penuntut Ilmu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-TN_H4AWDGQo/WLpjH1ZRj4I/AAAAAAAANz0/rCrb6U6w9fg3Ko2LRt0QPST1pp4IpJmNwCPcBGAYYCw/s1600/imageContent.php.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="685" data-original-width="1024" height="214" src="https://2.bp.blogspot.com/-TN_H4AWDGQo/WLpjH1ZRj4I/AAAAAAAANz0/rCrb6U6w9fg3Ko2LRt0QPST1pp4IpJmNwCPcBGAYYCw/s320/imageContent.php.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembaca yang budiman, sebagaimana kita ketahui, Nabi Isa AS merupakan
utusan Allah yang menempati urutan ke-24 dari 25 Nabi dan Rasul yang
wajib diketahui oleh kaum Muslim. Terlahir dari seorang ibu pilihan
bernama Maryam, Nabi Isa disebutkan dalam Al-Quran sebagai Rasul yang
diperkuat dengan Roh Kudus:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Kami telah berikan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti kebenaran
(mukjizat) serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Quds,” (Al-Baqarah ayat
87).<br /><br />Menurut jumhur (mayoritas) mufassir, maksud Roh Kudus adalah
malaikat Jibril, namun ada yang mengatakan bahwa Roh Kudus adalah
keimanan yang dijadikan Allah untuk menguatkan hamba-hamba-Nya.<br /><br />Sebagai
Rasul yang diutus kepada kaum Bani Israil, Nabi Isa dibekali oleh Allah
SWT beberapa kemampuan yang relevan dengan zamannya, yakni kemampuan
dalam ilmu pengobatan. Tercatat dalam sejarah bahwa Nabi Isa mampu
menyembuhkan seseorang berpenyakit kusta, bahkan atas seizin Allah mampu
membangkitkan orang yang sudah meninggal meski hanya sementara.
Kemampuan-kemampuan semacam itu tidak lepas dari kemampuannya dalam
menguasai ilmu atas seizin Allah SWT.<br /><br />Selain mementingkan ilmu,
Nabi Isa AS juga memberikan perhatian yang lebih terhadap para pencari
ilmu. Dikutip oleh Imam Al-Ghazali, berikut ini adalah beberapa pesan
Nabi Isa terhadap para pencari ilmu:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وقال عيسى صلى الله عليه وسلم من علم وعمل وعلم فذلك يدعى عظيماً في ملكوت السموات</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya:
“Berkata Nabi Isa AS: “Barangsiapa yang mempelajari ilmu,
mengamalkannya, dan mengajarkannya, maka ia akan mendapatkan undangan
yang agung di kerajaan langit,” (Lihat Imam Al-Ghazali, <span style="font-style: italic;">Ihya Ulumuddin</span>, Beirut, Darul Ma’rifat, 2000, juz I, halalaman 10-57).<br /><br />Dari
pernyataan di atas bisa kita pahami bahwa ada tiga tahapan bagi seorang
pencari ilmu, yaitu mempelajarinya hingga paripurna, kemudian
mengamalkannya, dan mengajarkannya. Tiga tahapan ini masing-masing dapat
berpotensi membuahkan pahala dari Allah SWT, dan ketiganya harus
berurutan, dan dilaksanakan secara keseluruhan. Seorang pelajar tidak
hanya cukup mengetahui ilmu tanpa pengamalan dan pengajaran. Sebaliknya
seseorang juga akan mustahil bisa dengan baik menjadi pengamal dan
pengajar tanpa adanya pembelajaran yang paripurna.<br /><br />Lebih lanjut, Nabi Isa AS juga memberikan peringatan bagi para pelajar:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وقال عيسى عليه السلام ما أكثر الشجر وليس كلها بمثمر وليس كلها بطيب وما أكثر العلوم وليس كلها بنافع</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Nabi Isa AS berkata, ‘Ada banyak pohon, namun tak semua berbuah, dan
tak semua berasa nikmat. Demikian pula ilmu, tak semuanya bermanfaat.’”<br /><br />Pernyataan
di atas merupakan peringatan dari Nabi Isa AS bahwa tak semua ilmu itu
bermanfaat. Ada beberapa ilmu yang sia-sia jika kita pelajari, seperti
ilmu nujum, perdukunan, dan santet. Demikian pula pada tahapan
selanjutnya, ada kalanya ilmu yang dipelajari sudah benar, namun menjadi
sia-sia seperti halnya seorang pakar fikih yang tidak mengamalkan
ilmunya dalam ibadah sehari-hari.<br /><br />Ketidaksinkronan antara ilmu dan amal disinggung juga oleh Nabi Isa AS sebagai berikut:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وقال
عيسى عليه السلام لا تضعوا الحكمة عند غير أهلها فتظلموها ولا تمنعوها
أهلها فتظلموهم كونوا كالطبيب الرفيق يضع الدواء في موضع الداء</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Nabi Isa AS berkata, ‘Jangan letakkan hikmah pada selain ahlinya.
Dengan begitu kalian belaku aniaya atas hikmah tersebut. Jangan pula
kalian menghalangi hikmah itu dari ahlinya karena dengan begitu kalian
menganiaya mereka. Jadilah seperti dokter profesional yang tepat dalam
memberikan resep sesuai dengan penyakit pasien.”<br /><br />Dalam pernyataan
ini, Nabi Isa AS menyayangkan sikap para pencari ilmu yang sebenarnya
bisa menjadikan ilmu tersebut sebagai hikmah, namun akibat tak ada
pengamalan, maka ilmu tersebut malah menyesatkan mereka. Hal tersebut
digambarkan oleh Nabi Isa AS, seumpama seorang dokter yang salah
memberikan resep kepada pasien yang tidak berhak menerimanya.<br /><br />Begitu besarnya kekhawatiran Nabi Isa AS pada para pencari ilmu namun tak mengamalkannya, hingga ia berkata:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وقال عيسى عليه السلام لا تعلقوا الجواهر في أعناق الخنازير فإن الحكمة خير من الجوهر ومن كرهها فهو شر من الخنازير</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Nabi Isa AS berkata, ‘Jangan kau kalungkan berlian pada leher babi.
Hikmah itu lebih baik dari berlian. Siapa saja yang membenci hikmah,
maka ia lebih buruk dari babi.”<br /><br /><span style="font-style: italic;">Subhânallâh, masyâ Allâh</span>, semoga kita terlepas dari sindiran-sindiran Nabi Isa AS. Demikian pemaparan kali ini, semoga bermanfaar. <span style="font-style: italic;">Wallahu a’lam</span>. (<span style="font-weight: bold;">Muhammad Ibnu Sahroji</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/84836/pesan-nabi-isa-as-bagi-para-penuntut-ilmu </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-63219147122603913612018-01-19T20:14:00.001+07:002018-01-19T20:14:13.295+07:00Praktik Tawasul dalam Pandangan Ahlussunah wal Jamaah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPOuKtfSCiiZDcwaSNLuOL9AEnQcgIuUZ4x4w5H9KpRV12tHpsF3fw3VUgfJGV6LSo7Pi3Y5jGA9_tpBcQxnCcgNQO7kTQnr5On5hEfCFdS3peLRw8eRqcNQjhVZjtik-YYrL3w_K5ErLk/s1600/imageContent.php+2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="574" data-original-width="800" height="229" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPOuKtfSCiiZDcwaSNLuOL9AEnQcgIuUZ4x4w5H9KpRV12tHpsF3fw3VUgfJGV6LSo7Pi3Y5jGA9_tpBcQxnCcgNQO7kTQnr5On5hEfCFdS3peLRw8eRqcNQjhVZjtik-YYrL3w_K5ErLk/s320/imageContent.php+2.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Praktik tawasul menjadi diskusi yang tak kunjung selesai. Kajian tawasul
menjadi bahan perdebatan terus menerus karena memang masing-masing
pihak yang terlibat berpijak di tempat berbeda.<br /><br />Secara umum praktik tawasul dianjurkan dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 35:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Hai orang yang beriman, takwalah kepada Allah. Carilah wasilah kepada-Nya.”<br /><br />Tawasul
adalah sebuah praktik doa di mana seseorang menyertai nama orang-orang
saleh dalam doanya dengan harapan doa itu menjadi istimewa dan diterima
oleh Allah SWT. Berikut ini dua lafal tawasul yang biasa digunakan
masyarakat:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">اَللَّهُمَّ إِنِّي أَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><span style="font-style: italic;">Allâhumma innî atawassalu ilaika binabiyyika muhammadin shallallâhu alaihi wa sallam.</span><br /><br />Artinya, “Ya Allah, aku bertawasul kepada-Mu melalui kemuliaan nabi-Mu, Nabi Muhammad SAW.”<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">يَا رَبِّ بِالمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الكَرَمِ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><span style="font-style: italic;">Yâ rabbi bil mushthafâ, balligh maqâshidanâ, waghfir lanâ mâ madhâ, yâ wâsi‘al karami.</span><br /><br />Artinya,
“Tuhanku, berkat kemuliaan kekasih pilihan-Mu Rasulullah, sampaikanlah
hajat kami. Ampunilah dosa kami yang telah lalu, wahai Tuhan Maha
Pemurah.”<br /><br />Praktik tawasul seperti ini sering disalahpahami oleh
sejumlah orang. Tidak heran kalau sebagian orang mengharamkan praktik
tawasul seperti ini karena menurutnya praktik tawasul mengandung
kemusyrikan.<br /><br />Untuk menghindari kepasalahpahaman itu dan
menghindari terjadinya kemusyrikan, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki
menyebutkan dengan rinci hal-hal terkait tawasul yang perlu diketahui.
Pandangan ini yang menjadi pijakan dan keyakinan paham Ahlussunah wal
Jamaah sebagai berikut:<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">أولا:
أن التوسل هو أحد طرق الدعاء وباب من أبواب التوجه إلى الله سبحانه
وتعالى، فالمقصود الأصلي الحقيقي هو الله سبحانه وتعالى، والمتوسَّل به
إنما هي واسطة ووسيلة للتقرب إلى الله سبحانه وتعالى، ومن اعتقد غير ذلك
فقد أشرك</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Pertama, tawasul adalah salah
satu cara doa dan salah satu pintu tawajuh kepada Allah SWT. Tujuan
hakikinya itu adalah Allah. Sedangkan sesuatu yang dijadikan tawasul
hanya bermakna jembatan dan wasilah untuk taqarrub kepada-Nya. Siapa
saja yang meyakini di luar pengertian ini tentu jatuh dalam
kemusyrikan,” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Hasani
Al-Maliki, <span style="font-style: italic;">Mafahim Yajibu an Tushahhah</span>, Surabaya, Haiatus Shafwah Al-Malikiyyah, tanpa catatan tahun, halaman 123-124).<br /><br />Sayyid
Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan secara jelas pada poin pertama
bahwa tawasul adalah salah satu bentuk doa. Artinya, tawasul masih
berada dalam lingkaran ibadah kepada Allah yang disebut doa. Sementara
pada poin berikut ini dijelaskan bahwa <span style="font-style: italic;">wasilah</span> atau <span style="font-style: italic;">al-mutawassal bih</span> mesti sesuatu atau seseorang adalah kekasih-Nya atau sesuatu yang diridhai-Nya.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">ثانيا:
أن المتوسِّل ما توسل بهذه الواسطة إلا لمحبته لها واعتقاده أن الله
سبحانه وتعالى يحبه، ولو ظهر خلاف ذلك لكان أبعد الناس عنها وأشد الناس
كراهة لها</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Kedua, orang yang bertawasul
takkan menyertakan wasilahnya dalam doa kecuali karena rasa cintanya
kepada wasilah tersebut dan karena keyakinannya bahwa Allah juga
mencintainya. Kalau yang muncul berlainan dengan pengertian ini, niscaya
ia adalah orang yang paling jauh dan paling benci dengan wasilahnya.”<br /><br />Pada
poin ketiga, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengingatkan bahwa
wasilah atau al-mutawassal bih tidak memiliki daya apapun. Kuasa dan
daya hanyalah milik Allah Yang Maha Esa. Orang yang meyakini bahwa
wasilah atau al-mutawassal bih dapat memberi pengaruh pada realitas
telah jatuh dalam kemusykiran yang dilarang Allah SWT.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">ثالثا: أن المتوسِّل لو اعتقد أن من توسل به إلى الله ينفع ويضر بنفسه مثل الله أو دونه فقد أشرك</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Ketiga, ketika meyakini bahwa orang yang dijadikan wasilah kepada
Allah dapat mendatangkan mashalat dan mafsadat dengan sendirinya setara
atau lebih rendah sedikit dari Allah, maka orang yang bertawasul jatuh
dalam kemusyrikan.”<br /><br />Adapun pada poin keempat ini, Sayyid Muhammad
bin Alwi Al-Maliki mengingatkan bahwa tawasul sebagaimana poin pertama
adalah doa semata. Artinya, ijabah sebuah doa tidak tergantung sama
sekali pada tawasul atau tidaknya. Ijabah doa merupakan hak mutlak Allah
SWT.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">رابعا:
أن التوسل ليس أمرا لازما أو ضروريا وليست الإجابة متوقفة عليه، بل الأصل
دعاء الله تعالى مطلقا كما قال تعالى وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي
فَإِنِّي قَرِيبٌ و كما قال تعالى قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا
الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Keempat, praktik tawasul bukan sesuatu yang mengikat dan bersifat
memaksa. Ijabah doa tidak bergantung pada tawasul, tetapi pada
prinsipnya mutlak sekadar permohonan kepada Allah sebagai firman-Nya,
‘Jika hamba-Ku bertanya tentang-Ku kepadamu (hai Muhammad), sungguh Aku
sangat dekat,’ atau ayat lainnya, ‘Katakanlah hai Muhammad, ‘Serulah
Allah atau serulah Yang Maha Penyayang. Panggilan mana saja yang kalian
gunakan itu, sungguh Allah memiliki nama-nama yang bagus.’’”<br /><br />Dengan
demikian, pengaitan praktik tawasul dan kemusyrikan adalah sesuatu yang
tidak berdasar dan tampak memaksakan. Pasalnya, dengan empat poin itu
praktik tawasul tidak mengandung syirik sama sekali dan merupakan bentuk
adab. <span style="font-style: italic;">Wallahu a‘lam</span>. (<span style="font-weight: bold;">Alhafiz K</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/85281/praktik-tawasul-dalam-pandangan-ahlussunah-wal-jamaah </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-62775332079972582432017-12-10T02:47:00.000+07:002017-12-10T02:47:00.050+07:00Rasulullah yang Tak Pernah Menimbun Harta<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFYkUpEJ-pEf0MrO-tK8W9T1HjeZG2XUpc3_9z7lmpiXIGv6ywgd-R9xIo-BvUYmh63GqQW4YsP5kJ5HdYOzdgQhQwQq9mZUv13JlYVOXszEA2thyphenhyphenwdlWO_8MZgSVGy6FwUq-FXrh14Aog/s1600/15121186585a2119821c46d.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="517" data-original-width="736" height="224" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFYkUpEJ-pEf0MrO-tK8W9T1HjeZG2XUpc3_9z7lmpiXIGv6ywgd-R9xIo-BvUYmh63GqQW4YsP5kJ5HdYOzdgQhQwQq9mZUv13JlYVOXszEA2thyphenhyphenwdlWO_8MZgSVGy6FwUq-FXrh14Aog/s320/15121186585a2119821c46d.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai pengemban risalah, Nabi Muhammad <span style="font-style: italic;">shallallahu ‘alaihi wasallam </span>selalu
memberikan tuntunan dan panutan kepada seluruh umatnya. Terutama
terkait dengan harta. Nabi sama sekali tidak pernah memikirkan
harta-harta yang ia miliki. Bahkan beliau selalu berusaha untuk
membagi-bagikan harta yang ia miliki kepada orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dr. Nizar Abazah dalam karyanya yang berjudul <span style="font-style: italic;">Fi Bayt Rasul </span>menceritakan
beberapa kisah tersebut. Pernah suatu hari Nabi memiliki sepotong emas
yang disimpan di rumahnya. Emas tersebut selalu teringat di kepala saat
Nabi sedang menunaikan shalat. Akhirnya, setelah shalat, Nabi pulang ke
rumah dan membagi-bagikan emas itu kepada orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
As-Suyuti dalam kitab <span style="font-style: italic;">ad-Durarul Mansur </span>yang
mengutip riwayat Ibnu Masud misalkan, tiba-tiba datang seorang anak
laki-laki kepada Nabi. Saat itu anak tersebut diminta oleh ibunya untuk
menghadap Nabi dan meminta sesuatu kepadanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Wahai Nabi, aku datang kemari membawa pesan dari ibuku. Ibuku meminta ini dan itu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Maaf, hari ini aku tidak memiliki apa-apa,” jawab Nabi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hal seperti ini jamak diketahui, karena Nabi <span style="font-style: italic;">shallallahu ‘alaihi wasallam</span><span style="font-style: italic;"> </span>tidak
pernah menimbun atau menyimpan sesuatu untuk hari esok. Ketika Nabi
mendapatkan emas atau harta yang lain, Nabi jarang menyimpannya. Nabi
selalu membagi-bagikan kepada para sahabatnya, khususnya untuk sahabat
ahlus suffah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kata ibuku, baju yang sedang engkau pakai juga boleh,” pinta anak laki-laki itu kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi
selalu memberikan apa yang diminta oleh para sahabatnya, walaupun itu
baju yang dipakai. Tanpa berpikir panjang, Nabi melepas baju yang ia
kenakan. Baju itu lalu diberikan kepada anak laki-laki yang memintanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anak itu akhirnya kembali tanpa tangan kosong. Wajahnya tergores senyum setelah permintaannya dikabulkan oleh Nabi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nabi kemudian masuk ke rumah dan tak keluar lagi, karena saat itu baju itulah satu-satunya baju yang dimiliki Nabi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika waktu shalat tiba, para sahabat mencari beliau. Umar terheran-heran ketika melihat kondisi Nabi yang seperti itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Umar kemudian menyempatkan bertanya. “Apakah ini perintah Allah?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu
turunlah firman Allah: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu
pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena dengan
begitu kamu jadi tercela dan menyesal.” (Q.S. Al-Isra: 29).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tampaknya
ajaran mendahulukan orang lain yang telah dicontohkan oleh Nabi ditiru
oleh istri-istrinya. Aisyah misalnya, suatu hari ditemui seorang
perempuan. Perempuan itu mengaku tidak memiliki apa pun untuk dimakan.
Saat itu Aisyah hanya memiliki kurma. Tanpa berpikir panjang, ia
langsung memberikan seluruh kurma yang dimilikinya kepada perempuan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak
hanya itu, ketika ia mendapatkan jatah nafkah, sedangkan saat itu ia
sedang berpuasa, ia pun memanggil pembantunya agar membagikan semua
jatah itu kepada seluruh fakir miskin. Saat tiba waktu buka, ia meminta
pembantunya untuk mengeluarkan makanan. Namun sayang, tidak ada makanan
lagi yang tersisa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Coba engkau tadi sisakan sedikit, mungkin itu akan menjadi lebih baik,” pinta pembantunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Coba dari tadi engkau ingatkan, pasti aku akan menyisakannya,” Jawab Aisyah. <span style="font-style: italic;">Wallahu A’lam</span>. <span style="font-weight: bold;">(M Alvin Nur Choironi)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/83814/rasulullah-yang-tak-pernah-menimbun-harta </span></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-66202075176675058852017-11-23T17:11:00.002+07:002017-11-23T17:11:19.259+07:00Kata-Kata Emas Sayyidina Ali bin Abi Thalib<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-UfyKmCgcqtA/V0ZuslvLHTI/AAAAAAAAImQ/LfsjV-BlQb06LrSAfR5ezzeCdHcv0R2EwCPcBGAYYCw/s1600/isfahangraphic125.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="768" data-original-width="1024" height="240" src="https://2.bp.blogspot.com/-UfyKmCgcqtA/V0ZuslvLHTI/AAAAAAAAImQ/LfsjV-BlQb06LrSAfR5ezzeCdHcv0R2EwCPcBGAYYCw/s320/isfahangraphic125.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Bergaullah dengan cara mengundang ratap tangis orang bila engkau
meninggal dunia, dan tariklah simpati mereka selama engkau masih hidup
bersama mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebodoh-bodoh manusia adalah yang tidak mampu mendapatkan kawan-kawan
untuk dirinya, tetapi yang lebih bodoh lagi adalah membiarkan
kawan-kawannya pergi setelah mendapatkannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Orang yang tertinggal karena kurangnya amal tidak akan dapat menyusul dengan kemuliaan nasabnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kemenangan diperoleh dengan kebajikan. Kebajikan diperoleh dengan
berpikir secara mendalam dan benar. Pikiran yang benar adalah dengan
menyimpan sebaik-baik rahasia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Semulia-mulia kekayaan milik pribadi adalah meninggalkan banyak keinginan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jadilah orang yang dermawan tapi jangan menjadi pemboros. Jadilah
orang yang hidup sederhana, tetapi jangan menjadi orang yang kikir.</div>
<div style="text-align: justify;">
Lidah orang yang berakal berada di belakang hatinya, sedangkan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu perbuatan buruk yang kau sesali lebih utama di sisi Allah daripada perbuatan baik yang membuatmu bangga akan dirimu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nilai seseorang sesuai dengan kadar tekadnya. Ketulusannya sesuai
dengan kadar kemanusiaanya. Keberaniannya sesuai dengan kadar
penolakannya terhadap kejahatan. Dan kesucian hati nuraninya sesuai
dengan kadar kepekaannya akan kehormatan dirinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jangan sekali-kali merasa malu memberi walaupun sedikit, sebab tidak memberi sama sekali pasti lebih sedikit nilainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menjaga air muka adalah hiasan bagi orang miskin, sebagaimana syukur adalah hiasan bagi orang kaya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila sesuatu yang kau senangi tidak terjadi maka senangilah apa yang terjadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setiap nafas seseorang adalah sebuah langkah menuju ajalnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tiada kekayaan lebih utama daripada akal. Tiada kepapaan lebih
menyedihkan daripada kebodohan. Tiada warisan yang lebih baik daripada
pendidikan. Dan tiada pembantu yang lebih baik daripada musyawarah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kesabaran itu ada dua macam: sabar atas sesuatu yang tidak kau ingin dan sabar menahan diri dari sesuatu yang kau ingini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pertolongan Allah diberikan kepada seseorang sekadar beratnya beban yang dipikulnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Keresahan (sikap mengeluh) adalah setengah dari ketuaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mintalah curahan rezeki Allah dengan banyak bersedekah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak sepatutunya seseorang merasa aman tentang dua hal: kesehatan
dan kekayaan. Sekarang kelihatannya sehat, tiba tiba ia jatuh sakit.
Sekarang ia kaya, tiba-tiba jatuh miskin.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak baik berdiam diri tentang sesuatu yang diketahui dan tidak baik berbicara tentang sesuatu yang tak diketahui.</div>
<div style="text-align: justify;">
Cabutlah kejahatan dari dalam hati saudaramu dengan mencabutnya dari dalam hatimu sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bila kau cemas dan gelisah akan sesuatu, masuklah ke dalamnya sebab
ketakutan menghadapinya lebih menganggu daripada sesuatu yang kau takuti
sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagian orang beribadah kepada Allah semata-mata karena mengharapkan
imbalan, dan itulah ibadahnya para pedagang. Sebagian lagi beribadah
karena taku terkena hukuman, . dan itulah ibadahnya para hamba sahaya.
Dan sebagian lagi beribadah karena bersyukur kepada Allah, dan itulah
ibadahnya orang-orang yang merdeka jiwanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Barangsiapa menempatkan dirinya di tempat-tempat yang mencurigakan
janganlah ia menyalahkan orang lain yang berburuk sangka kepadanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pergunjingan adalah puncak kemampuan orang-orang yang lemah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila kau jatuh miskin, berdaganglah dengan Allah, yaitu dengan cara memperbanyak sedekah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sekiranya Allah tidak mengancam orang berdosa dengan hukuman-Nya
sekalipun, sudah sewajarnya Ia ditaati sebagai ungkapan syukur atas
nikmat dan karunianya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dosa yang paling berbahaya adalah dosa yang diremehkan oleh pelakunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Allah mewajibkan atas orang bodoh agar ia belajar sebagaimana ia mewajibkan atas orang pandai agar mengajarkan kepandaiannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Alangkah indahnya sikap merendah hati dari kaum hartawan terhadap
kaum fakir miskin, demi memperoleh keridaan Allah. Namun yang lebih
indah lagi adalah ketinggian hati kaum fakir miskin atas para hartawan
disebabkan keyakinan kuat mereka akan jaminan Allah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Orang yang berdoa tanpa beramal sama halnya seperti pemanah tanpa busur.</div>
<div style="text-align: justify;">
Memuji seseorang lebih daripada yang ia berhak menerimanya sama saja
menjilatnya. Tetapi melalaikan pujian bagi orang yang berhak menerimanya
menunjukkan kebodohan dan kedengkian.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pekerjaan tangan yang paling sederhana sekalipun demi mempertahankan
harga diri seseorang, jauh lebih utama daripada kekayaan yang disertai
penyelewengan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mencukupkan diri dengan sesuatu yang berada di tanganmu lebih kusukai
bagimu daripada usahamu memperoleh apa yang ada di tangan orang lain.
Pahitnya kegagalan untuk memiliki sesuatu, lebih manis daripada
memintanya dari orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bila sikap lemah lembut hanya mengakibatkan timbulnya kekerasan maka kekerasan adalah suatu bentuk kelembutan hati.</div>
<div style="text-align: justify;">
Adakalanya yang sedikit lebih berkah daripada yang banyak.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bersegeralah menggunakan kesempatan yang ada sebelum ia berubah menjadi penyesalan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagian obat justru menjadi penyebab datangnya penyakit, sebagaimana
sesuatu yang menyakitkan adakalanya menjadi obat penyembuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak ada gunanya seorang penolong yang selalu menghina atau teman yang selalu berburuk sangka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kuasailah musuhnya dengan kebajikan. Itulah yang paling manis di antara kemenangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Telanlah amarahmu sebab kau tidak pernah menemukan minuman yang dapat
meninggalkan rasa lebih manis dan lebih lezat daripada itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sisihkan gelombang-gelombang kerisauan dengan kekuatan kesabaran dan keyakinan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jangan sekali-kali menyebabkan keluargamu paling menderita karenamu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bagianmu yang sesungguhnya dari dunia ini adalah yang memberimu kehormatan diri.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika kau biasakan dirimu meratapi segala yang hilang darimu, seharusnya engkau juga meratapi segala hal yang tidak kau peroleh.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dua jenis manusia yang tak kan merasa kenyang selama-lamanya: pencari ilmu dan pencari harta.</div>
<div style="text-align: justify;">
Barangsiapa yang melanggar batas kebenaran pasti kehilangan arah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Sumber:</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Hadi, M.S. 2010. TAK KENAL MENYERAH.Yogyakarta: Gava Media</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Gambar : <span class="skimlinks-unlinked">http://monster-bego.blogspot.com/2012/10/kisah-ali-bin-abu-thalib-dengan-pedang.html</span></strong></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-25495258442783616652017-06-18T00:17:00.001+07:002017-06-18T00:17:13.410+07:00Sekolah Lima Hari, Ketum Pergunu: Anak Tidak Akan Bisa Pandai<div class="s-post" style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/---QfG_gLmS8/WUVkAG3FTbI/AAAAAAAAOAI/5ww2jJzWXFslDQlCWaw-00YPUDs47mOfACLcBGAs/s1600/149739076259405eaa01355.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="431" data-original-width="640" height="215" src="https://2.bp.blogspot.com/---QfG_gLmS8/WUVkAG3FTbI/AAAAAAAAOAI/5ww2jJzWXFslDQlCWaw-00YPUDs47mOfACLcBGAs/s320/149739076259405eaa01355.JPG" width="320" /></a></div>
<div>
Jakarta, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">NU Online</span></div>
<div>
Ketua
Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) KH Asep
Saifuddin Chalim menggarisbawahi rencana kebijakan Full Day School
(FDS) melalui sekolah lima hari bahwa kebijakan tersebut tidak akan
membuat anak didik menjadi lebih pandai.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ia pun
menekankan kepada Mendikbud Muhadjir Effendy untuk mencabut rencana
sekolah lima hari tersebut. Vakum dua hari, anak zaman sekarang tidak
akan terlepas dari HP <span style="font-style: italic;">Gadget</span>. Karena faktor <span style="font-style: italic;">gadget</span> tersebut, menurutnya Anak-anak SMP dan SMA itu belum mampu menguasai diri kalau libur dua hari.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Itu
sangat berbahaya sekali. Kalau memang untuk menghilangkan kelelahan
belajar selama lima hari, cukup sehari, karena kalau dua hari, anak
punya potensi untuk nakal,” kata Kiai Asep, Senin (12/6) usai halaqoh
pendidikan di Gedung PBNU Jakarta.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
“Anak-anak
tidak akan bisa pandai karena ada kevakuman sebab libur dua hari itu,
mengangkat kembali untuk memulai belajar, itu berat sekali kalau tiap
minggu vakum semacam ini,” imbuh Pimpinan Pondok Pesantren Amanatul
Ummah Pacet, Mojokerto ini. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ia menegaskan,
gadget sedang melanda generasi bangsa Indonesia. Gadget lebih ganas
daripada sabu-sabu. Kalau sabu-sabu menghasilkan khayalan, kalau HP
menghasilkan gambar konkret.</div>
<div>
</div>
<div>
Ia menjelaskan,
sekarang ini banyak anak-anak yang tidak bisa berpisah dengan HP-nya
dengan jarak 10 meter. “Ini sangat luar biasa, bahkan tidak bisa
berpisah dengan HP-nya selama 10 menit,” ungkapnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kalau
seandainya libur sampai dua hari, lanjut Kiai Asep, kemudian hari itu
tidak cukup digunakan untuk melepas lelah, tetapi sekaligus setelah
lelahnya lepas punya potensi hura-hura lagi.</div>
<div>
</div>
<div>
“Itu
bagaiman dengan keberadaan HP yang sekarang, sementara mereka belum bisa
menjadi pengendali terhadap HP itu sendiri jika vakum belajar terlalu
lama,” tuturnya.<span style="font-weight: bold;"> (Fathoni)</span></div>
<div>
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/78852/sekolah-lima-hari-ketum-pergunu-anak-tidak-akan-bisa-pandai </span></div>
<div>
<br /></div>
</div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-22970973281024643542017-06-18T00:15:00.002+07:002017-06-18T00:15:19.310+07:00PBNU Tolak Keras Kebijakan 5 Hari Sekolah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-HhKKgpl6af4/WUVjmlII8sI/AAAAAAAAOAE/NiE6-mJy_3Y_OeBbarufRlKcTJPygVhCACLcBGAs/s1600/149752525659426c0861a77.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="650" data-original-width="1024" height="203" src="https://2.bp.blogspot.com/-HhKKgpl6af4/WUVjmlII8sI/AAAAAAAAOAE/NiE6-mJy_3Y_OeBbarufRlKcTJPygVhCACLcBGAs/s320/149752525659426c0861a77.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Jakarta, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">NU Online </span></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengurus
Besar Nahdlaltul Ulama menolak keras Kebijakan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan yang akan memberlakukan 5 Hari Sekolah. Penolakan tersebut
dibacakan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di gedung PBNU, Jakarta,
Kamis (15/6). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di antara pertimbangan penolakan
tersebut adalah, dilihat dari perspektif regulasi, kebijakan baru lima
hari sekolah /delapan jam belajar (Full Day School) di sekolah
bertentangan dengan Undang-undang Pasal 51 UU Sisdiknas tentang
“Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Dengan
demikian, kebijakan tersebut, tidak senapas dengan UU Sistem Pendidikan
Nasional yang selama ini cukup demokratis dan memandirikan
satuan-satuan pendidikan untuk mengembangkan model pendidikan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan kesiapan sekolah/madrasah
masing-masing,” jelasnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kiai Said juga
menyebutkan, jika berkaca terhadap ketentuan waktu kerja guru
sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UU tentang Guru dan Dosen: (1) Beban
kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan
melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. (2) Beban
kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya
24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat
puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu, maka kebijakan lima hari
sekolah /delapan jam belajar di sekolah berpotensi besar kepada jumlah
jam mengajar guru di sekolah melampaui batasan yang telah diatur dalam
UU yang dimaksud.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lewat kajian mendalam dan
pemantauan intensif yang kami lakukan, lanjutnya, fakta di lapangan
menunjukkan bahwa mayoritas sekolah belum siap dalam rangka menerima
kebijakan lima hari sekolah/delapan jam pelajaran (Full Day School).
Kesiapan itu menyangkut banyak hal antara lain terkait fasilitas yang
menunjang kebijakan lima hari sekolah/delapan jam pelajaran (Full Day
School).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penolakan tersebut juga dikemukan
Ketua Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU H. Arifin Junaidi dan
Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU)
KH Abdul Ghafar Rozin. Hadir pada penolakan tersebut Menristek DIkti
Muhammad Nasir, Sekretaris Jenderal PBNU H. A Helmy Faishal Zaini,
ketua-ketua PBNU, para Wasekjen PBNU, serta Mustasyar PBNU KH Saifuddin
Amsir dan H. Abdullah Syarwani. <span style="font-weight: bold;">(Abdullah Alawi)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/78903/pbnu-tolak-keras-kebijakan-5-hari-sekolah </span></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-91272892325828263952017-06-18T00:14:00.000+07:002017-06-18T00:14:03.038+07:00Hukum Telat Qadha Puasa hingga Ramadhan Berikutnya Tiba<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-GsCak73mpG8/WUVjTI26xQI/AAAAAAAAOAA/ghXqj4z5l28L7vfLW9wgMxxYwZqlugrfQCLcBGAs/s1600/149665679059352b96d2f4e.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="531" data-original-width="800" height="212" src="https://1.bp.blogspot.com/-GsCak73mpG8/WUVjTI26xQI/AAAAAAAAOAA/ghXqj4z5l28L7vfLW9wgMxxYwZqlugrfQCLcBGAs/s320/149665679059352b96d2f4e.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Assalamu alaikum wr. wb.</span><br />Redaksi bahtsul masail <span style="font-style: italic;">NU Online</span>.
Saya mau bertanya. Hal ini dialami istri saya. Ia pada Ramadhan lalu
membatalkan puasa beberapa hari karena datang bulan. Tetapi hingga
Ramadhan tahun ini tiba, ada beberapa hari yang belum sempat diqadha
olehnya. Pertanyaan saya, apa konsekuensinya bila seseorang telat
mengqadha puasa wajib hingga Ramadhan tahun depan tiba? Mohon
penjelasannya. Terima kasih. <span style="font-style: italic;">Wassalamu alaikum wr. wb.</span> (Fatahillah, Cianjur).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jawaban</span><br /><span style="font-style: italic;">Assalamu ‘alaikum wr. wb.</span><br />Penanya
dan pembaca yang budiman di mana pun berada, semoga Allah menurunkan
rahmat-Nya untuk kita semua. Allah ta‘ala mewajibkan puasa bagi setiap
orang yang memenuhi syarat puasa. Mereka yang terlanjur membatalkan
puasanya di bulan Ramadhan karena sakit dan lain hal, harus mengganti di
bulan yang lain.<br /><br />Adapun orang yang membatalkan puasanya demi
orang lain seperti ibu menyusui atau ibu hami; dan orang yang menunda
qadha puasanya karena kelalaian hingga Ramadhan tahun berikutnya tiba
mendapat beban tambahan. Keduanya diwajibkan membayar fidyah di samping
mengqadha puasa yang pernah ditinggalkannya.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">والثاني
الإفطار مع تأخير قضاء) شىء من رمضان (مع إمكانه حتى يأتي رمضان آخر) لخبر
من أدرك رمضان فأفطر لمرض ثم صح ولم يقضه حتى أدركه رمضان آخر صام الذي
أدركه ثم يقضي ما عليه ثم يطعم عن كل يوم مسكينا رواه الدارقطني والبيهقي
فخرج بالإمكان من استمر به السفر أو المرض حتى أتى رمضان آخر أو أخر لنسيان
أو جهل بحرمة التأخير. وإن كان مخالطا للعلماء لخفاء ذلك لا بالفدية فلا
يعذر لجهله بها نظير من علم حرمة التنحنح وجهل البطلان به. واعلم أن الفدية
تتكر بتكرر السنين وتستقر في ذمة من لزمته.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“(Kedua [yang wajib qadha dan fidyah] adalah ketiadaan puasa dengan
menunda qadha) puasa Ramadhan (padahal memiliki kesempatan hingga
Ramadhan berikutnya tiba) didasarkan pada hadits, ‘Siapa saja mengalami
Ramadhan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan
belum mengqadhanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus
menunaikan puasa Ramadhan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha
utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari
yang ditinggalkan sebagai kaffarah,’ HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi.<br /><br />Di
luar kategori ‘memiliki kesempatan’ adalah orang yang senantiasa
bersafari (seperti pelaut), orang sakit hingga Ramadhan berikutnya tiba,
orang yang menunda karena lupa, atau orang yang tidak tahu keharaman
penundaan qadha. Tetapi kalau ia hidup membaur dengan ulama karena
samarnya masalah itu tanpa fidyah, maka ketidaktahuannya atas keharaman
penundaan qadha bukan termasuk uzur. Alasan seperti ini tak bisa
diterima; sama halnya dengan orang yang mengetahui keharaman berdehem
(saat shalat), tetapi tidak tahu batal shalat karenanya. Asal tahu,
beban fidyah itu terus muncul seiring pergantian tahun dan tetap menjadi
tanggungan orang yang yang berutang (sebelum dilunasi),” (Lihat Syekh M
Nawawi Banten, <span style="font-style: italic;">Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja</span>, Surabaya, Maktabah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan, tanpa tahun, halaman 114).<br /><br />Dari
keterangan Syekh Nawawi Banten ini, kita dapat melihat apakah
ketidaksempatan qadha puasa hingga Ramadhan berikutnya tiba disebabkan
karena sakit, lupa, atau memang kelalaian menunda-tunda. Kalau
disebabkan karena kelalaian, tentu yang bersangkutan wajib mengqadha dan
juga membayar fidyah sebesar satu <span style="font-style: italic;">mud</span> untuk satu hari utang puasanya.<br /><br />Sebagaimana diketahui, satu <span style="font-style: italic;">mud</span> setara dengan 543 gram menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Sementara menurut Hanafiyah, satu <span style="font-style: italic;">mud</span> seukuran dengan 815,39 gram bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.<br /><br />Demikian
jawaban yang dapat kami terangkan. Semoga jawaban ini bisa dipahami
dengan baik. Kami selalu membuka kritik, saran, dan masukan.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq</span><br /><span style="font-style: italic;">Wassalamu ‘alaikum wr. wb.</span><br />(<span style="font-weight: bold;">Alhafiz Kurniawan</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/78554/hukum-telat-qadha-puasa-hingga-ramadhan-berikutnya-tiba </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-5591483580034248262017-06-18T00:11:00.002+07:002017-06-18T00:11:29.651+07:00Status Puasa Orang Tidur Sepanjang Hari di Bulan Ramadhan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-3a0x-LJQBZc/WUVithEhmAI/AAAAAAAAN_4/dq4f1KSGW38i5ZKK9u56El7ltGq0vd47gCLcBGAs/s1600/149635492959309071f402b.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="532" data-original-width="800" height="212" src="https://3.bp.blogspot.com/-3a0x-LJQBZc/WUVithEhmAI/AAAAAAAAN_4/dq4f1KSGW38i5ZKK9u56El7ltGq0vd47gCLcBGAs/s320/149635492959309071f402b.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Assalamu ’alaikum wr. wb.</span><br />Redaksi Bahtsul Masail <span style="font-style: italic;">NU Online</span>
yang kami hormati. Langsung saja kami akan menanyakan mengenai
keabsahan puasa orang yang tidur sepanjang hari di bulan puasa Ramadhan.
Misalnya orang ini tidur sepanjang hari sampai Maghrib sehingga ia
tidak merasakan beratnya berpuasa atau seolah-olah tidak berpuasa. Atas
penjelasannya kami ucapkan terima kasih. <span style="font-style: italic;">Wassalamu ‘alaikum wr. wb.</span> (Faisal/Wonosobo)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jawaban</span><br /><span style="font-style: italic;">Assalamu ‘alaikum wr. wb.</span><br />Penanya
yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. secara pribadi kami
tidak bisa membayangkan orang yang sedang menjalani puasa tidur mulai
pagi sampai waktu Maghrib. Kalau toh itu memang ada, maka dalam
pandangan kami tindakan ini termasuk kategori tindakan keterlaluan.<br /><br />Kendati
demikian, tidur sepanjang hari di bulan Ramadhan tidak dengan serta
merta mempengaruhi keabsahan puasa tersebut. Dengan kata lain, puasanya
tetap dianggap sah. Setidaknya inilah menurut pandangan madzhab Syafi‘i
dan mayoritas ulama.<br /><br />Tetapi ada pandangan lain yang dikemukakan
oleh Abu Thayyib bin Salamah dan Abu Said Al-Ishthakhriy yang menyatakan
tidak sah. Begitu juga Al-Bandaniji telah meriwayatkan pandangan ini
dari Ibnu Suraij. Demikian dikemukakan Muhyiddin Syaraf An-Nawawi
berikut ini.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">إِذَا
نَامَ جَمِيعَ النَّهَارِ وَكَانَ قَدْ نَوَى مِنَ اللَّيْلِ صَحَّ
صَوْمُهُ عَلَي الْمَذْهَبِ وِبِهِ قَالَ الْجُمْهُورُ وَقَالَ أَبُو
الطَّيِّبُ بْنُ سَلْمَةَ وَاَبُو سَعِيدٍ الْاِصْطَخْرِىُّ لَا يَصِحُّ
وَحَكَاهُ البَنْدَنِيجِىُّ عَنْ ابْنِ سُرَيْجٍ اَيْضًا وَدَلِيلُ
الْجَمِيعِ فِي الْكْتَابِ </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Apabila seorang
yang berpuasa tidur sepanjang hari sedangkankan ia telah berniat puasa
pada malam harinya, maka puasanya sah. Demikian menurut pandangan
madzhab Syafi‘i, dan pandangan ini juga dianut oleh mayoritas ulama.
Tetapi, menurut Abu Thayyib bin Salamah dan Abu Said Al-Ishthakhriy
puasa seperti itu tidaklah sah. Sedangkan Al-Bandaniji juga meriwayatkan
pandangan ini dari Ibnu Suraij. Dalil semuanya bersumber dari
Al-Quran,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, <span style="font-style: italic;">Al-Majemuk Syarhul Muhadzdzab</span>, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz VI, halaman 384).<br /><br />Kendati
demikian, para ulama ini sepakat jika seseorang yang berpuasa tidur,
kemudian bangun sebentar di siang hari, kemudian tidur lagi di seluruh
waktu siang, maka puasanya tetap sah.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وَاَجْمَعُوا عَلَى اَنَّهُ لَوْ اسْتَيْقَظَ لَحْظَةً مِنَ النَّهَارِ وَنَامَ بَاقِيهِ صَحَّ صَوْمُهُ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Dan mereka (para ulama) telah bersepakat bahwa apabila seorang yang
berpuasa bangun sebentar dari tidur di siang hari, kemudian tidur lagi,
maka sah puasanya,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, <span style="font-style: italic;">Al-Majemuk Syarhul Muhadzdzab</span>, juz VI, halaman 384).<br /><br />Berangkat
dari penjelasan singkat ini, maka orang yang berpuasa sebaiknya
menghindari tidur seharian mulai fajar sampai waktu Maghrib. Meskipun
mayoritas ulama menganggap sah puasanya tetapi ada beberapa ulama yang
berpandangan sebaliknya.<br /><br />Di samping itu, jika tidur selama
seharian, maka jelas ia akan meninggalkan kewajiban lain yaitu shalat
Zuhur dan Ashar sehingga jangan sampai puasa dijadikan alasan untuk
meninggalkan kewajiban yang lain karena jelas hal ini tidak
diperbolehkan.<br /><br />Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga
bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan
kritik dari para pembaca.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,</span><br /><span style="font-style: italic;">Wassalamu ‘alaikum wr. wb.</span><br /><br />(<span style="font-weight: bold;">Mahbub Maafi Ramdlan</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/78470/status-puasa-orang-tidur-sepanjang-hari-di-bulan-ramadhan </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-80147607718311673602017-05-12T12:57:00.001+07:002017-05-12T12:57:48.891+07:00Hukum Baca Surat Yasin di Malam Nisfu untuk Hajat Tertentu<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuqwk2Af15ebv7eMT2ocNxXkPCmk2G6eLlnyc4P9j5gBL5TIyGb-WABR1MbAXybrGHaNTBQIMKuojOkxWwsjwfTsbAHmr-rtM-R3RXF9WvFEm4maxhyphenhyphenMGwozki0YXLRvzqX-y-vKwJrWC4/s1600/nu.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuqwk2Af15ebv7eMT2ocNxXkPCmk2G6eLlnyc4P9j5gBL5TIyGb-WABR1MbAXybrGHaNTBQIMKuojOkxWwsjwfTsbAHmr-rtM-R3RXF9WvFEm4maxhyphenhyphenMGwozki0YXLRvzqX-y-vKwJrWC4/s320/nu.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Assalamu ‘alaikum wr. wb.</span><br />Yang terhormat redaksi Bahtsul Masail <span style="font-style: italic;">NU Online</span>.
Malam nisfu Sya‘ban sering ditunggu masyarakat. Mereka memanfaatkan
waktu setelah sembahyang Maghrib untuk membaca Surat Yasin sebanyak tiga
kali. Mereka juga berdoa kepada Allah agar diberikan umur panjang,
rezeki yang halal, dan lain sebagainya. Pertanyaan saya, apakah kita
boleh beramal tetapi diiringi permohonan kepada Allah? Bukankah beramal
harus ikhlas? Mohon keterangannya. Terima kasih. <span style="font-style: italic;">Wassalamu ‘alaikum wr. wb.</span> (Abdullah/Tuban).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jawaban</span><br /><span style="font-style: italic;">Assalamu ‘alaikum wr. wb.</span><br />Penanya
dan pembaca yang budiman. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan
petunjuk-Nya untuk kita semua. Yasin adalah salah satu surat mulia di
dalam Al-Quran. Surat Yasin menempati kedudukan mulia karena di dalamnya
mengandung banyak nasihat dan pelajaran. Karena itu, membaca Surat
Yasin merupakan ibadah yang baik.<br /><br />Adapun aktivitas masyarakat di
malam nisfu Sya‘ban yang membaca Surat Yasin 3 kali yang kemudian juga
diiringi dengan permintaan berupa keberkahan pada umur, harta, dan
hajat-hajat lainnya tidak perlu dipersoalkan karena memang tidak ada
masalah secara syar‘i di situ. Yang dibaca adalah salah satu surat di
dalam Al-Quran. Pihak yang diminta juga tidak lain adalah Allah SWT.
Mereka juga meminta yang baik-baik untuk kemaslahatan dunia dan akhirat
baik pribadi maupun kepentingan umum. Hal ini dijelaskan dengan detil
oleh Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Maliki berikut ini.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">لكن
لا مانع أن يضيف الإنسان إلى عمله مع إخلاصه مطالبه وحاجاته الدينية
والدنياوية، الحسية والمعنوية، الظاهرة والباطنة، ومن قرأ سورة يس أو غيرها
من القرآن لله تعالى طالبا البركة في العمر، والبركة في المال، والبركة في
الصحة فإنه لا حرج عليه، وقد سلك سبيل الخير (بسرط أن لا يعتقد مشروعية
ذلك بخصوصه) فليقرأ يس ثلاثا، أو ثلاثين مرة، أو ثلاث مئة مرة، بل ليقرأ
القرآن كله لله تعالى خالصا له مع طلب قضاء حوائجه وتحقيق مطالبه وتفريج
همّه وكشف كربه، وشفاء مرضه وقضاء دينه، فما الحرج في ذلك...؟.. والله يحب
من العبد أن يسأله كل شئ، حتى ملح الطعام وإصلاح شسع نعله</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Tapi tak ada larangan bagi seseorang yang mengiringi amal salehnya
dengan permintaan dan permohonan hajat agama dan dunia, jiwa dan raga,
lahir dan batin. Siapa saja yang membaca Surat Yasin atau surat lainnya
dengan ikhlas lillahi ta‘ala sambil memohon keberkahan pada usia, harta,
dan kesehatan, maka hal itu tak masalah. Artinya, orang ini telah
menempuh jalan yang baik (dengan catatan ia tidak meyakini bahwa amal
salehnya itu disyariatkan secara khusus untuk hajat tersebut).<br /><br />Silakan
membaca Surat Yasin 3 kali, 30 kali, 100 kali, atau mengkhatamkan 30
juz Al-Quran secara ikhlas lillahi ta‘ala diiringi dengan permohonan
atas segala hajat, doa agar harapan terwujud, permintaan agar dibukakan
dari kebimbangan, pengharapan agar dibebaskan dari kesulitan, permohonan
kesembuhan dari penyakit, permintaan kepada Allah agar utang terbayar.
Lalu di mana masalahnya? Allah senang terhadap hamba-Nya yang bermunajat
kepada-Nya atas pemenuhan hajat apapun termasuk hajat atas garam
pelengkap masakan dan hajat atas tali sandal yang rusak,” (Lihat Sayyid
Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Maliki, <span style="font-style: italic;">Ma Dza fi Sya‘ban?</span> cetakan pertama, 1424 H, halaman 119).<br /><br />Sayyid
Muhammad bin Alwi menyatakan secara jelas bahwa permohonan, munajat,
dan doa kepada Allah SWT tidak menafikan keikhlasan amal tertentu.
Artinya, para hamba Allah SWT boleh saja berdoa agar Allah SWT memenuhi
segala hajatnya tanpa harus khawatir akan amalnya. Ini yang disebut
dalam istilah agama dengan sebutan “<span style="font-style: italic;">tawassul</span>” atau “<span style="font-style: italic;">wasilah</span>”.<br /><br />Salah
satu dalil atas tawasul adalah cerita Rasulullah SAW dalam hadits
shahih terkait tiga orang yang terperangkap di dalam gua. Pintu gua
tertutup oleh batu besar. Di tengah keputusasaan, masing-masing dari
mereka kemudian memohon kepada Allah sambil menyebut amal saleh
terikhlas yang pernah mereka lakukan. Berkat tawasul dengan amal saleh
itu, sedikit demi sedikit batu besar yang menutup mulut gua itu
bergeser. “Tawasul jenis ini dijelaskan dengan detil dan rinci oleh
Syekh Ibnu Taimiyah secara khusus dalam kitabnya terutama pada artikel
berjudul ‘<span style="font-style: italic;">Qaidah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah</span>’,” (Sayyid Muhammad bin Alwi, 1424 H: 120).<br /><br />Sebagaimana kita tahu bahwa istilah “<span style="font-style: italic;">wasilah</span>” ini dipakai dalam Al-Quran dalam Surat Al-Maidah ayat 35. Berikut ini kami kutip istilah tersebut beserta tafsirnya.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">يَا
أَيّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّه" خَافُوا عِقَابه بِأَنْ
تُطِيعُوهُ "وَابْتَغُوا" اُطْلُبُوا "إلَيْهِ الْوَسِيلَة" مَا
يُقَرِّبكُمْ إلَيْهِ مِنْ طَاعَته</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “(Wahai
orang-orang beriman, takwalah kepada Allah) takutlah akan siksa-Nya.
Caranya, taati perintah-Nya. (Untuk sampai kepada-Nya, carilah) kejarlah
(sebuah wasilah) berupa amal ketaatan yang dapat mendekatkan kalian
kepada-Nya,” (Lihat Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi, <span style="font-style: italic;">Tafsirul Jalalain</span>, Beirut, Darul Fikr, tanpa tahun).<br /><br />Demikian
jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik.
Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq</span><br /><span style="font-style: italic;">Wassalamu ’alaikum wr. wb.</span><br /><br />(<span style="font-weight: bold;">Alhafiz Kurniawan</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/77827/hukum-baca-surat-yasin-di-malam-nisfu-untuk-hajat-tertentu </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-55905682489005171232017-05-12T12:50:00.002+07:002017-05-12T12:50:47.202+07:00Seputar Amalan dan Keutamaan Bulan Sya‘ban<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizP6v07Tw__80PLg416gRJ6TNj3OHPiDVSqykHP6N1W8BVTmr_4PvtUiJSCmz4YiB3if5XgQ8tJ0luUTSk70sLdSq3QKCD6a9OPJg2uLNeih1ZRWgletyfhnLH2Mp1qfAnfkB_qlCHiwHa/s1600/14944007445912bee8dccb3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="219" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizP6v07Tw__80PLg416gRJ6TNj3OHPiDVSqykHP6N1W8BVTmr_4PvtUiJSCmz4YiB3if5XgQ8tJ0luUTSk70sLdSq3QKCD6a9OPJg2uLNeih1ZRWgletyfhnLH2Mp1qfAnfkB_qlCHiwHa/s320/14944007445912bee8dccb3.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Bulan Sya‘ban merupakan bulan yang di dalamnya terdapat berbagai
peristiwa bersejarah, yakni peristiwa pengalihan arah kiblat dari
Masjidil Aqsha di Palestina ke Ka‘bah di Arab Saudi dengan penurunan
Surat Al-Baqarah ayat 144, Surat Al-Ahzab ayat 56 yang menganjurkan
pembacaan shalawat, diangkatnya amal-amal manusia menuju ke hadirat
Allah SWT, dan berbagai peristiwa lainnya.<br /><br />Menilisik dari segi linguistik, Al-Imam ‘Abdurraḥmān As-Shafury dalam literatur kitab momumentalnya <span style="font-style: italic;">Nuzhatul Majâlis wa Muntakhabun Nafâ’is</span> mengatakan bahwa kata Sya’bān (<span style="font-size: 18px;">شَعْبَانَ</span>) merupakan singkatan dari huruf shīn yang berarti kemuliaan (<span style="font-size: 18px;">الشَّرَفُ</span>). Huruf ‘ain yang berarti derajat dan kedudukan yang tinggi yang terhormat (<span style="font-size: 18px;">العُلُوُّ</span>). Huruf ba’ yang berarti kebaikan (<span style="font-size: 18px;">البِرُّ</span>). Huruf alif yang berarti kasih sayang (<span style="font-size: 18px;">الأُلْفَة</span>). Huruf nun yang berarti cahaya (<span style="font-size: 18px;">النُّوْرُ</span>).<br /><br />Bila
ditinjau dari segi amaliyah, termaktub beberapa hal yang lazim
dilaksanakan pada malam Nisfu Sya’bān, yaitu membaca Surat Yasin
sebanyak 3 kali yang dilanjutkan dengan berdoa. Tradisi demikian selain
sudah berkembang di Nusantara ini juga menjadi amaliyah tahunan yang
dilaksanakan secara rutin terutama oleh masyarakat NU. Rasulullah SAW
menyatakan dalam sebuah hadits sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Dailami,
Imam ‘Asakir, dan Al-Baihaqy berikut.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">خَمْسُ
لَيَالٍ لَا تُرَدُّ فِيْهِنَّ الدَّعْوَةُ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ
وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَلَيْلَةُ الجُمْعَةِ وَلَيْلَتَيِ
العِيْدَيْنِ</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya, “Ada 5 malam di mana doa tidak
tertolak pada malam-malam tersebut, yaitu malam pertama bulan Rajab,
malam Nisfu Sya‘ban, malam Jumat, malam Idul Fitri, dan malam Idul
Adha.”<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">مَنْ أَحْيىَ لَيْلَةَ العِيْدَيْنِ وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوْتُ القُلُوْبُ.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Siapa saja yang menghidupkan dua malam hari raya dan malam Nisfu
Sya‘ban, niscaya tidaklah akan mati hatinya pada hari di mana pada hari
itu semua hati menjadi mati.”<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">وقد
جمع دعاء مأثور مناسب للحال خاص بليلة النصف من شعبان مشهور, يقرأه
المسلمون تلك الليلة الميمونة فرادى وجمعا في جوامعهم وغيرها يلقنهم احدهم
ذلك الدعاء او يدعو وهم يؤمنون كما هو معلوم . وكيفيته : تقرأ أولا قبل ذلك
الدعاء بعد صلاة المغرب سورة يس ثلاثا .</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Artinya,
“Sungguh telah dikumpulkan doa ma’tsūr yang terkait khusus dengan malam
Nisfu Sya‘ban. Doa ini dibaca oleh para muslimin pada malam penuh
anugerah secara sendiri-sendiri dan berjamaah. Seorang dari mereka
menalqin doa tersebut dan jamaah mengikutinya atau ada juga salah
seorang yang berdoa dan jamaahnya mengaminkan saja sebagaimana dimaklum.
Caranya, pertama membaca Surat Yasīn 3 kali setalah shalat Maghrib yang
diakhiri dengan berdoa.<br /><br />Informasi tersebut tentu bisa
mengindikasikan bahwa melaksanakan ibadah pada malam Nisfu Sya‘ban
merupakan suatu anjuran dari syariat Rasulullah SAW. Oleh karena itu,
siapapun yang tidak sepakat dengan amaliyah untuk menghidupkan malam
Nisfu Sya’bān, tentu tidak sepatutnya memberikan kecaman yang tidak
berdasar karena sikap demikian selain dapat menganggu kerukunan
antarmasyarakat juga dapat mengganggu pelaksanaan ibadah bagi orang yang
bersedia mengerjakannya.<br /><br />Upaya menata stabilitas hati dan
pikiran merupakan sikap yang sangat bijak untuk dapat diimplementasikan.
Kita dianjurkan untuk memelihara persaudaraan sesama Muslim. Di sisi
lain penting untuk diperhatikan juga bahwa amaliah menghidupkan malam
Nisfu Sya‘ban merupakan persoalan <span style="font-style: italic;">furū’iyyah</span>
yang tetap membuka ruang perbedaan tapi tetap dalam semangat yang
saling toleran. Pelaksanaaan amaliyah ini berfungsi untuk mempertebal
keimanan hamba terhadap Tuhannya.<br /><br />Oleh karena itu, tidak
sepatutnya untuk diarahkan pada dimensi sakralitas hukum. Sakralitas
hukum terhadap persoalan keimanan juga bisa berimplikasi pada munculnya
gesekan-gesekan. Selama semua amaliyah memiliki dasar dan pijakan ilmu
pengetahuan tentu tidak perlu untuk dipertentangkan. Perbedaan merupakan
suatu keniscayaan (<span style="font-style: italic;">sunnatullâh</span>),
tapi menyikapi perselisihan dengan hal yang tidak bijak tentu semakin
menjauhkan umat Islam dari nilai-nilai luhur keislamannya.<br /><br />Islam
adalah agama yang fleksibel terkait perkara prinsip dasar (ushuliyyah)
bergerak secara eksklusif, sedangkan terkait perkara cabang (<span style="font-style: italic;">furu’iyyah</span>) bergerak secara inklusif. Urusan-urusan yang termasuk <span style="font-style: italic;">unity of diversity</span> (<span style="font-style: italic;">al-ijtimā’ fil ikhtilāf</span>) merupakan bentuk keluasan dari ajaran Islam itu sendiri. <span style="font-style: italic;">Wallahu a'lam</span>. (<span style="font-weight: bold;">Faruq Hamdi, Sekretaris LBM PWNU DKI Jakarta</span>)</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
http://www.nu.or.id/post/read/77817/seputar-amalan-dan-keutamaan-bulan-syaban </div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-33111850778329371842017-05-04T11:29:00.001+07:002017-05-04T11:29:06.009+07:00Akibat Mengamalkan Ilmu Tak Berizin<div class="s-post">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-C3gbcP1hfJE/WDwhtnYRRHI/AAAAAAAAKmI/XdTCwfiEFMQ0mFW89yv1Kv9ggnnCs1QzgCPcB/s1600/89wisuda_unri.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="185" src="https://3.bp.blogspot.com/-C3gbcP1hfJE/WDwhtnYRRHI/AAAAAAAAKmI/XdTCwfiEFMQ0mFW89yv1Kv9ggnnCs1QzgCPcB/s320/89wisuda_unri.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Ini adalah kisah Shohnun dan murid terdekatnya.
Dikisahkan Shohnun adalah seorang tabib, ahli pengobatan. Berbagai
macam penyakit, mampu ia obati. Mulai dari penyakit sepele, sekelas
sakit gigi hingga penyakit organ dalam kelas kakap. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari
keahliannya itu, banyak orang yang berduyun-duyun, datang kepada tabib
Shohnun untuk meminta diobati. Nahas, tak selang berapa lama, Shohnun
meninggal dunia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orang-orang pun kebingungan,
akan kemana lagi mereka meminta pertolongan obat. Oh ya, mereka baru
tersadar. Ternyata Shohnun memiliki murid terdekat. Ya, akhirnya
orang-orang pun, bergegas menghampiri sang murid terdekat. Berharap sang
murid mewarisi kehebatan gurunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah
menerima kedatangan orang-orang yang sakit, sang murid pun mengiyakan
permintaan mereka dengan begitu enteng dan semangat. Hal itu bukan tanpa
sebab.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ternyata, dahulu kala, semasa shohnun
hidup, dalam terapi pengobatannya, shohnun hanya menuliskan huruf
hijaiyah nun ( ن ) dalam cawan. Kemudian huruf nun tersebut ia hapus
perlahan dengan air yang ia siramkan. Melalui secawan air hapusan huruf
hijaiyah nun itulah, kemudian Shohnun meminumkannya kepada pasien. Dan,
Manajur! Berbagai penyakit ia sembuhkan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentunya,
sang murid terdekat yang pada masa itu menjadi asistennya, dapat
menghafal dengan mudah teknik pengobatan Shohnun. Dan atas dasar itu
pula, bermodalkan pengamatan tak berizin, sang murid dengan yakin
menerima permintaan pasien mendiang Shohnun untuk mengobati pasien.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Satu
persatu pasien pun telah ia obati. Masih dengan ritual sama, persis
dengan yang dilakukan gurunya dahulu. Menuliskan huruf hijaiyah nun
diatas cawan, menghapusnya perlahan dengan air, kemudian meminumkannya
kepada pasien. Beres, dijamin manjur, karena tak ada satu pun langkah
yang berbeda dari yang dilakukan gurunya. Batin sang murid.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keesokan
harinya, sang murid kaget bukan main. Klinik tabibnya dipenuhi keluarga
pasien. Bukan apa, mereka datang berbondong-bondong untuk meminta
pertanggung jawaban kepada sang murid. Ya, bukan kesembuhan yang pasien
peroleh, malah penyakit semakin parah yang mereka peroleh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan
gugup, sang murid pun meminta maaf. Memohon agar mereka beranjak
meninggalkan klinik, untuk sementara waktu menunggu. Agar ia menemukan
penyebab obatnya yang malah memperparah penyakit pasien.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam harinya, sang murid tertidur. Benar, ia mendapat petunjuk. Dalam mimpinya, ia dapati Hatif, suara tanpa rupa berujar:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">هذه النون و اين صحنون ؟</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Ini adalah (huruf) nun, namun dimanakah Shohnun?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia
pun terjaga dari tidurnya. Ia pun tersadar, ia merasa bersalah. Betapa
ia dengan berani mengamalkan "ilmu ilegal", ilmu tak berizin, ilmu yang
hanya ia dapat dari hasil pengamatannya yang hanya seorang murid. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia
abai terhadap sanad keguruan, ia tak peduli akan mata rantai keilmuan.
Ia tak menghiraukan, apakah gurunya ikhlas akan ilmu yang ia curi? Dan,
apakah cukup, ilmu yang sebegitu luhur hanya ia pelajari secara cur-curi
lewat pengamatan tak berizinnya?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia pun
tergugu, ia baru sadar, ada satu sisi yang yang terpenting dalam ilmu
yaitu keberkahan. Dan sayangnya, keberkahan tak dapat ia peroleh
melainkan dengan sanad. Ya, mata rantai keilmuan dari guru yang
terpercaya, teruji kealiman serta keikhlasannya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maka
tak mengherankan jika pasiennya bertambah parah. Adalah sebab
keberkahan tak turun kepadanya. Karena sesuai definisi Ahlul Hukama',
ulama-ulama ahli ilmu hikmah:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 18px;">البركة هي زيدة الخير</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Keberkahan ialah tambahnya kebaikan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya, sang murid pun menyesal, tak sakali-kali lagi ia mengamalkan 'ilmu ilegal'-nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kisah
ini memberi pelajaran kepada kita agar memilih guru yang terpercaya.
Lebih-lebih dalam urusan agama. Karena jika salah beramal, bisa-bisa
malah salah kejadiannya. Jangan hanya berguru pada syaikh google dan
ustadz youtube saja. Hati-hati, di dunia maya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">(Ulin Nuha Karim)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Dikisahkan
oleh Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Grobogan KH Muhammad
Shofi Al-Mubarok di sela-sela pengajian kilatan Bulan Rajab.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;"> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">http://www.nu.or.id/post/read/77362/akibat-mengamalkan-ilmu-tak-berizin </span></div>
<div>
<br /></div>
</div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1336818329541905352.post-78381771803669146592017-05-04T11:25:00.000+07:002017-05-04T11:25:12.600+07:00Ini Dalil Puasa Sya’ban Beserta Hikmahnya<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-QiEZB_L9_PQ/WQqs_yqUByI/AAAAAAAAN9A/BuGRFGeqBdEg-pqJS4n4eF3m54hMcg_2gCLcB/s1600/14933612945902e28e22470.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="195" src="https://4.bp.blogspot.com/-QiEZB_L9_PQ/WQqs_yqUByI/AAAAAAAAN9A/BuGRFGeqBdEg-pqJS4n4eF3m54hMcg_2gCLcB/s320/14933612945902e28e22470.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Puasa terbagi dua macam: puasa wajib
dan puasa sunnah. Puasa wajib ialah puasa yang diharuskan bagi setiap
muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Misalnya, puasa Ramadhan.
Sementara puasa sunnah ialah puasa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW
untuk dikerjakan dan tidak berdosa orang yang meninggalkannya. Dalam
kitab fikih, ada banyak macam puasa sunnah, mulai yang mingguan,
bulanan, dan tahunan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari
sekian banyak puasa sunnah, puasa Sya’ban termasuk puasa yang paling
banyak keutamaan dan sangat dianjurkan untuk mengerjakannya. Bahkan
Rasulullah SAW sendiri sangat senang melakukan puasa Sya’ban dan
memperbanyak puasa di bulan tersebut. Oleh sebab itu, Syeikh Nawawi
al-Bantani dalam <span style="font-style: italic;">Nihayatul Zein</span> mengatakan:<br /><span style="font-weight: bold;"><br /></span><div>
<span style="font-size: 18px; font-weight: bold;">صوم شعبان لحبه صلى الله عليه وسلم صيامه فمن صامه نال شفاعته صل الله عليه وسلم يوم القيامة</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Puasa
Sya’ban (disunnahkan) karena Rasulullah SAW menyukai puasa pada bulan
itu. Siapa yang puasa Sya’ban, dia akan memperoleh syafaat Rasulullah
SAW di hari akhirat kelak.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penjelasan
Syekh Nawawi ini diperkuat oleh banyak hadis dan kesaksian sahabat yang
menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menyukai puasa Sya’ban dan
memperbanyak puasa pada bulan tersebut. Ibnu Khuzaimah dalam <span style="font-style: italic;">Shahih Ibnu Khuzaimah</span> menampilkan sebuah riwayat dari ‘Aisyah, dia berkata:</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;"><br /></span><div>
<span style="font-size: 18px; font-weight: bold;">كان أحب الشهور إلى رسول الله عليه وسلم أن يصومه شعبان، ثم يصله برمضان</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bulan yang paling disukai Rasulullah SAW untuk berpuasa ialah Sya’ban, kemudian dilanjutkan dengan puasa Ramadhan” <br /> <br />Dalam riwayat al-Bukhari, ‘Aisyah mengatakan:<br /><span style="font-weight: bold;"><br /></span><div>
<span style="font-size: 18px; font-weight: bold;">وما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا رمضان، وما رأيته أكثر صياما منه في شعبان</span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Aku
tidak melihat Rasulullah SAW puasa sebulan penuh kecuali pada bulan
Ramadhan dan aku tidak melihat melihat beliau banyak puasa kecuali pada
bulan Sya’ban.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Selain dua
riwayat di atas, ada banyak hadis shahih lain yang memperkuat kesunnahan
puasa Sya’ban. Paling tidak dua hadis di atas sudah menggambarkan
kecintaan Rasul pada bulan Sya’ban. Di antara hikmah puasa Sya’ban,
menurut Syeikh Nawawi, orang yang memperbanyak puasa pada bulan tersebut
akan mendapatkan syafaat Rasul di hari akhirat kelak, sebab sudah
melakukan amalan ibadah yang disukai Rasulullah SAW. <span style="font-style: italic;">Wallahu a’lam</span>. <span style="font-weight: bold;">(Hengki Ferdiansyah) </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;"> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">http://www.nu.or.id/post/read/77443/ini-dalil-puasa-syaban-beserta-hikmahnya </span></div>
solihinkmdhttp://www.blogger.com/profile/14116723677699976323noreply@blogger.com