Saat melaksanakan haji merupakan kesempatan emas bagi umat Islam
untuk melaksanakan ibadah sebanyak-banyaknya. Beribadah di Haramain (Makkah dan
Madinah) mempunyai keutaman yang lebih dari tempat-tempat lainnya. Maka para
jamaah haji menyempatkan diri berziarah ke makah Rasulullah SAW.
Berziarah ke makam Rasulullah SAW adalah sunnah hukumnya.
Rasulullah SAW sendiri bersabda:
مَنْ جَائَنِي زَائِرًا لَمْ
تَدْعُهُ حَاجَةٌ اِلاَّ زِيَارَتِي كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ تَعَالَى أنْ أكُوْنَ
شَفِيْعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa saja yang datang kepadaku untuk berziarah, dan
keperluannya hanya utnuk beziarah kepadaku maka Allh SWT memberikan jaminan agar
aku menjadi orang yang memberi syafa’at (pertolongan) kepadanya di hari kiamat
nanti. (HR Darul
Quthni)
ِApalagi ziarah itu dilakukan pada saat melakukan
ibadah haji. Dalam hadits lain disebutkan:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَجَّ
فَزَارَ قَبْرِي بَعْدَ مَوْتِي كَانَ كَمَنْ زَارَنِيْ فِي
حَيَاتِهِ
Dari Ibn 'Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Siapa
yang melaksanakan ibadah haji, lalu berziarah ke makamku setelah aku meninggal
dunia, maka ia seperti orang yang berziarah kepadaku ketika aku masih
hidup.” (HR Darul
Quthni)
Atas dasar ini, pengarang kitab I'anatut Thalibin menyatakan:
“Berziarah ke makam Nabi Muhammad merupakan salah satu qurbah
(ibadah) yang paling mulia, karena itu, sudah selayaknya untuk diperhatikan oleh
seluruh umat Islam. Dan hendaklah waspada, jangan sampai tidak berziarah padahal
dia telah diberi kemampuan oleh Allah SWT, lebih-Iebih bagi mereka yang telah
melaksanakan ibadah haji. Karena hak Nabi Muhammad SAW yang harus diberikan oleh
umatnya sangat besar. Bahkan jika salah seorang di antara mereka datang dengan
kepala dijadikan kaki dari ujung bumi yang terjauh hanya untuk berziarah ke
Rasullullah SAW maka itu tidak akan cukup untuk memenuhi hak yang harus diterima
oleh Nabi SAW dari umatnya. Mudah-mudahan Allah SWT membalas kebaikan
Rasullullah SAW kepada kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan.” (I'anatut
Thalibin, juz II, hal 313)
Lalu, bagaimana dengan kekhawatiran Rasulullah SAW yang melarang
umat Islam menjadikan makam beliau sebagai tempat berpesta, atau sebagai berhala
yang disembah.. Yakni dalam hadits Rasulullah SAW:
عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لاَتَتَّخِذُوْا قَبْرِي عِيْدًا وَلا تَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا
وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوْا عَلَيَّ فَاِنَّ صَلَاتَكُمْ
تَبْلُغُنِي
Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah kamu jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah kamu
jadikan rumahmu sebagai kuburan. Maka bacalah shalawat kepadaku. Karena shalawat
yang kamu baca akan sampai kepadaku di mana saja kamu berada.” (Musnad Ahmad bin Hanbal:
8449)
Menjawab kekhawatiran Nabi SAW ini, Sayyid Muhammad bin ‘Alawi
Maliki al-Hasani menukil dari beberapa ulama, lalu berkomentar:
“Sebagian ulama ada yang memahami bahwa yang dimaksud (oleh hadits
itu adalah) larangan untuk berbuat tidak sopan ketika berziarah ke makam
Rasulullah SAW. Yakni dengan memainkan alat musik atau permainan lainnya,
sebagaimana yang biasa dilakukan ketika ada perayaan. (Yang seharusnya dilakukan
adalah) umat Islam berziarah ke makam Rasul hanya untuk menyampaikan salam
kepada Rasul, berdo’a di sisinya, mengharap berkah melihat makam Rasul,
mendoakan serta menjawab salam Rasulullah SAW. (Itu semua dilakukan) dengan
tetap menjaga sopan santun yang sesuai dengan maqam kenabiannya yang mulia.”
(Manhajus Salaf fi Fahmin Nushush bainan Nazhariyyah wat-Tathbiq,
103)
Maka, berziarah ke makam Rasulullah SAW tidak bertentangan dengan
ajaran Islam. Bahkan sangat dianjurkan karena akan mengingatkan kita akan jasa
dan perjuangan Nabi Muhammad SAW, sekaligus menjadi salah satu bukti
mengguratnya kecintaan kita kepada beliau.
KH Muhyiddin
AbdusshomadPengasuh Pondok Pesantren Nuris, Ketua PCNU