Dalam konteks Ego Personality Therapy
(sekarang QHI tidak lagi menggunakan istilah Ego State Therapy) bila Ego
Personality (Ego State / Part / Introject / Alter) tidak bersedia
mengungkapkan data yang kita, terapis, butuhkan untuk membantu klien
meyelesaikan masalahnya, biasanya kita akan minta bantuan Sang Bijaksana
agar bersedia memberikan petunjuk atau data yang disembunyikan.
Dari apa yang kita ketahui, lebih tepatnya asumsikan, Sang Bijaksana
menempati hirarki yang sangat tinggi dalam sistem Ego Personality
seseorang. Jadi, dengan asumsi ini, saat Sang Bijaksana muncul maka ia
akan membantu kita mengungkap data, memberikan nasihat, masukan, saran,
dan bahkan membuat Ego Personality yang keras kepala langsung takluk dan
tidak berani macam-macam.
Benarkah demikian adanya?
Ternyata hasil temuan di lapangan tidak
sepenuhnya seperti yang diharapkan atau diasumsikan. Benar, seringkali
yang muncul adalah Sang Bijaksana yang benar-benar bijaksana dan mampu
membantu proses terapi sehingga lebih mudah. Namun seringkali yang
muncul adalah Sang Bijaksana yang tidak bijaksana, lemah, tidak berdaya,
dan, maaf, goblok alias blo’on. Dengan demikian seakan-akan peran Sang
Bijaksana ini sama sekali tidak signifikan dalam sistem psikis
seseorang.
Cukup lama saya berpikir mengapa hal ini terjadi. Mengapa Sang Bijaksana ternyata tidak bijaksana seperti yang seharusnya?
Hasil riset yang dilakukan oleh pakar Ego
State atau Part seperti Watkins, Sarbin, May, Spiegel, Hilgard, Putnam,
Beahrs, Kohut, dan masih banyak lagi nama besar lainnya menyatakan
bahwa dalam diri setiap orang memang ada satu bagian yang bertindak
sebagai Internal Self Helper atau Hidden Observer atau yang kita namakan
sebagai Sang Bijaksana.
Kembali ke pertanyaan di atas, “Mengapa Sang Bijaksana yang muncul atau menjadi executive ternyata tidak bijaksana?”
Kembali ke pertanyaan di atas, “Mengapa Sang Bijaksana yang muncul atau menjadi executive ternyata tidak bijaksana?”
Hasil analisis Advanced Research and
Development QHI sebagai berikut. Pertama, kita perlu memahami bahwa ada
dua jenis logika yaitu Conscious Logic dan Trance Logic. Dua jenis
logika ini bekerja paralel, sesuai dengan kerja dua kesadaran, pikiran
sadar dan bawah sadar, yang paralel aktif dan saling mempengaruhi,
kecuali saat kondisi tidur. Dua jenis logika ini berbeda. Logika
pikiran sadar mengikuti hasil pembelajaran individu hingga ke usianya
saat ini. Sedangkan logika pikiran bawah sadar menyerupai logika anak
usia 8 tahun. Di sinilah masalah timbul karena terapis umumnya lupa
bahwa saat memproses klien maka terapis berhadapan dengan Pikiran Bawah
Sadar (Trance Logic) bukan Conscious Logic.
Hal lain yang kita, terapis, lupa yaitu
bahwa Sang Bijaksana sendiri sebenarnya adalah satu Folder Ego
Personality yang di dalamnya bisa terdiri dari beberapa Ego Personality.
Di dalam folder Sang Bijaksana sendiri ada hirarki yang menentukan
level pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan juga otoritas.
Dengan berlandaskan pada paparan teori
ini maka kini kita tahu bahwa keluarnya Sang Bijaksana yang tidak
bijaksana bisa disebabkan beberapa faktor:
1.Semantik yang digunakan oleh terapis tidak tepat.
2.Semantik yang digunakan bersifat general dan tidak spesifik.
3.Intervensi dari pikiran sadar klien karena kedalaman hipnosis tidak berada di level somnambulism.
4.Adanya Blocking dari Ego Personality yang tidak menghendaki perubahan pada diri klien.
5.Hypnotic Rapport antara terapis dan Underlying Personality yang akan dilibatkan dalam proses terapi tidak terjalin dengan baik.
6.Adanya rasa takut baik pada Executive Ego Personality maupun yang Underlying Ego Personality.
Lalu, bagaimana caranya untuk mengundang keluar Sang Bijaksana yang benar-benar bijaksana?1.Semantik yang digunakan oleh terapis tidak tepat.
2.Semantik yang digunakan bersifat general dan tidak spesifik.
3.Intervensi dari pikiran sadar klien karena kedalaman hipnosis tidak berada di level somnambulism.
4.Adanya Blocking dari Ego Personality yang tidak menghendaki perubahan pada diri klien.
5.Hypnotic Rapport antara terapis dan Underlying Personality yang akan dilibatkan dalam proses terapi tidak terjalin dengan baik.
6.Adanya rasa takut baik pada Executive Ego Personality maupun yang Underlying Ego Personality.
Untuk bisa mengundang keluar Sang
Bijaksana yang sungguh bijaksana maka kita perlu memperhatikan enam poin
di atas. Bila enam poin di atas tidak terpenuhi maka yang muncul
biasanya Sang Bijaksana yang tidak bijaksana, blo’on, dan sama sekali
tidak bisa diandalkan.
Salah satu sebab utama, menurut temuan di
lapangan, yang membuat Sang Bijaksana yang muncul ternyata tidak
bijaksana adalah semantik yang tidak tepat dan tidak spesifik seperti
berikut:
“Saya ingin bicara dengan bagian diri
anda yang bijaksana untuk membantu proses terapi ini. Bagian diri ini
saya namakan Sang Bijaksana. Nah, Sang Bijaksana, apakah anda bersedia
berkomunikasi dengan saya. Kalau ya katakan bersedia.”
Semantik di atas sekilas sudah tepat. Namun ternyata masih bersifat general, tidak spesifik, dan tidak presisi.
Ingat, yang kita ajak bicara adalah
Pikiran Bawah Sadar yang menyerupai anak usia 8 tahun. Jadi, logikanya
juga sama seperti anak yang 8 tahun. Pemahaman seorang anak mengenai
makna kata “bijaksana” tentunya berbeda dengan klien yang dewasa. Nah,
saat Pikiran Bawah Sadar diberi perintah dengan kalimat seperti di atas
maka yang muncul bisa macam-macam bergantung pada pemahaman anak 8
tahun.