Ayat Al Akhras, memilih menjadi bidadari surga menjelang pernikahannya
Ayat Al Akhras lahir pada 20 Februari 1985 di Kamp Dheishes,
Palestina. Menurut sang ibu, Ny. Al Akhras, pada malam itu gadis berusia
enam belas tahun ini nyaris tidak tidur. Ia membaca Al Qur'an hingga
tengah malam. Ketika bangun untuk melaksanakan shalat malam, sang ibu
mendapati Ayat Al Akhras sedang membaca ayat-ayat An-Naba sambil
menangis.
Seusai menjalankan shalat shubuh, remaja shalihah
tersebut kembali membaca Al Qur'an. Ia membaca ayat-ayat jihad yag
panjang secara berulang-ulang. Suaranya bergetar dan sesekali terhenti
menahan tangis. Menjelang pkl. 06.00 waktu Palestina, Ayat Al Akhras
duduk didepan meja belajar dan menulis sesuatu diatas selembar kertas.
Keudian ia mengenakan seragam dan bergegas menemui sang ibu didapur. Ia
mohon pamit padanya untuk pergi ke sekolah karena ada tugas tambahan.
"Hari
ini boleh jadi adalah hari terpenting dalam hidup saya. Oleh karena
itu, saya mohon do'a restu dari ibu," kata Ayat Al Akhras dengan mata
berbinar-binar. Ny. Al Akhras bingung bercampur heran melihat tingkah
laku Ayat Al Akhras. Sebab, hari jum'at seharusnya putrinya libur
sekolah. "semoga Allah selalu melindungi dan merahmatimu, Anakku!" jawab
sang ibu. "Doa ibunda yang selalu ananda harapkan," jawab Ayat Al
Akhras singkat.
Selanjutnya Ayat Al Akhras hanya tersenyum dan
mencium tangan sang ibu. Lalu, memeluk sang ibu yang masih kebingungan
erat-erat. Sambil tetap tersenyum, iapun menarik tangan sang adik yang
berusia 10 tahun, Samaah dan bergegas bersama-sama pergi ke sekolah.
Pada
pukul 10.00 waktu setempat, Ny. Al Akhras mendengar berita terjadinya
ledakan bom disupermarket Nataynya, dekat Yerussalem dari stasiun radio
Israel. Ledakan tersebut menyebabkan 3 orang tewas dan 40 orang lebih
mengalami luka-luka. Tiba-tiba, jantung Ny. Akhras serasa berhenti
berdetak. Firasatnya mengatakan bahwa putrinya terlibat dalam aksi jihad
itu.
Tak lama kemudian, Ny. Al Akhras melihat Samaah pulang
sendirian tanpa ditemani sang kakak sambil menangis terisak-isak. Ia
mengatakan bahwa ia tak tahu kemana sang kakak pergi.
"sebelum
pergi, kakak berkata 'jangan cemas dan takut, Allah bersama kita,
orang-orang yang beriman. Sampaikan salam buat semua orang dan
berdo'alah. Mudah-mudahan Allah memberikan pengampunan dan kemenangan!",
cerita Samaah kepada sang ibu.
Dikamp. pengungsian Ny. Al Akhras harap-harap cemas memikirkan nasib putrinya. Berbagai pikiran berkecamuk didalam batinnya.
Kemanakah
dia pergi? Apakah dia sudah mewujudkan impiannya untuk menjad syahidah?
bagaimana dengan impiannya yang lain?tentang pinangan, rencana
pernikahan dan pakaian pengantin yang sudah dijahitnya sensiri? Bukankah
dia juga bercita-cita untuk melahirkan banyak anak, lalu membina mereka
menjadi mujahid-mujahis yang tangguh?
Namun sebagai seorang ibu,
nalurinya Ny. Al Akhras mengisyaratkan bahwa putrinya telah gugur dalam
aksi bom syahid. Maka saat mendengar kepastian berita tentag sang putri,
ia hanya bisa bergumam 'Innalillahi wainna ilaihi raaji'un'. Semoga
Allah mencatat sebagai syahidah. Mudah-mudahan dia juga bisa menjadi
pengatin Palestina yang bisa melahirkan kehormatan dan kemerdekaan bagi
umat dan bangsanya.
Pada siang jum'at itu, Ayat Al Akhras pergi
menyusul Issa Farah dan Saa'id, dua orang kerabatnya yang gugur
diterjang helikopter Israel. Menurut berita yang dilansir oleh ABC News,
siswa kelas tiga sekolah menengah atas ini termasuk anak yang cerdas
dan rajin belajar. Bahkan, hingga menjelang syahidnya ia maih rajin
menasehati teman-temannya untuk belajar terus menerus. Ia mengatakan
bahwa penguasaan teknologi sangat diperlukan untuk mendukung perjuangan
rakyat Palestina, apapun bentuknya.
Walaupun Ny. Al Akhras tahu
bahwa syahidah adalah cita-cita tertingi putrinya, tapi tetap saja ia
merasa kehilangan. Dengan berlinang air mata ia mengulangi kata-kata
putrinya, "Apa nikmatnya hidup didunia ketika kematian selalu mengintai
kita. Mana yang lebih indah, mati dalam ketidakbberdayaan dan kehinaan,
atau gugur dimedan jihad?".
Sementara itu, sang adik Samaah
mengisahkan saat terakhirnya bersama sang kakak sambil menangis "Saya
melihat cahaya dan sebuah rona kebahagiaan diwajah kakak yang tak pernah
saya lihat sebelumnya, sambil memberikan sepotong coklat kepada saya ia
berkata 'shalat dan do'akan kakak agar sukses melaksanakan tugas suci
ini".
"Tugas apa?" tanya Samaah
"Hari ini kamu akan
mendengar sebuah berita baik. Mungkin inilah hari terbaik daam hidupku.
Inilah hari yang telah lama aku nantikan. Tolong sampaikan salam
hormatku pada akh Shaadi," kata Ayat Al Akhras sambil memberikan secarik
kertas pada Samaah.
Saat menerima khabar tentang kepergian Ayat
Al Akhras, sang calon suami, Shaadi Abu Laan hanya diam seribu bahasa.
Pria yang berusia dua puluh tahun ini nyaris tak percaya kalau calon
istrinya pergi begitu cepat mendahuluinya. Padahal mereka berencana
menikah pada bulan Juli tahun ini begitu Ayat Al Akhras lulus ujian,
mereka berdua akan segera menempati rumah sederhana yang sudah
disiapkan. Bahkan mereka juga sudah menyiapkan nama untuk anak pertama
mereka. Namun, ternyata Allah mempunyai rencana lain.
"Semoga kakak kami bisa bertemu di surga. Sebab, dia mencintai agamanya lebih dari apapun," ujar Shaadi Abu Laan.