Ini adalah kisah Shohnun dan murid terdekatnya.
Dikisahkan Shohnun adalah seorang tabib, ahli pengobatan. Berbagai
macam penyakit, mampu ia obati. Mulai dari penyakit sepele, sekelas
sakit gigi hingga penyakit organ dalam kelas kakap.
Dari
keahliannya itu, banyak orang yang berduyun-duyun, datang kepada tabib
Shohnun untuk meminta diobati. Nahas, tak selang berapa lama, Shohnun
meninggal dunia.
Orang-orang pun kebingungan,
akan kemana lagi mereka meminta pertolongan obat. Oh ya, mereka baru
tersadar. Ternyata Shohnun memiliki murid terdekat. Ya, akhirnya
orang-orang pun, bergegas menghampiri sang murid terdekat. Berharap sang
murid mewarisi kehebatan gurunya.
Setelah
menerima kedatangan orang-orang yang sakit, sang murid pun mengiyakan
permintaan mereka dengan begitu enteng dan semangat. Hal itu bukan tanpa
sebab.
Ternyata, dahulu kala, semasa shohnun
hidup, dalam terapi pengobatannya, shohnun hanya menuliskan huruf
hijaiyah nun ( ن ) dalam cawan. Kemudian huruf nun tersebut ia hapus
perlahan dengan air yang ia siramkan. Melalui secawan air hapusan huruf
hijaiyah nun itulah, kemudian Shohnun meminumkannya kepada pasien. Dan,
Manajur! Berbagai penyakit ia sembuhkan.
Tentunya,
sang murid terdekat yang pada masa itu menjadi asistennya, dapat
menghafal dengan mudah teknik pengobatan Shohnun. Dan atas dasar itu
pula, bermodalkan pengamatan tak berizin, sang murid dengan yakin
menerima permintaan pasien mendiang Shohnun untuk mengobati pasien.
Satu
persatu pasien pun telah ia obati. Masih dengan ritual sama, persis
dengan yang dilakukan gurunya dahulu. Menuliskan huruf hijaiyah nun
diatas cawan, menghapusnya perlahan dengan air, kemudian meminumkannya
kepada pasien. Beres, dijamin manjur, karena tak ada satu pun langkah
yang berbeda dari yang dilakukan gurunya. Batin sang murid.
Keesokan
harinya, sang murid kaget bukan main. Klinik tabibnya dipenuhi keluarga
pasien. Bukan apa, mereka datang berbondong-bondong untuk meminta
pertanggung jawaban kepada sang murid. Ya, bukan kesembuhan yang pasien
peroleh, malah penyakit semakin parah yang mereka peroleh.
Dengan
gugup, sang murid pun meminta maaf. Memohon agar mereka beranjak
meninggalkan klinik, untuk sementara waktu menunggu. Agar ia menemukan
penyebab obatnya yang malah memperparah penyakit pasien.
Malam harinya, sang murid tertidur. Benar, ia mendapat petunjuk. Dalam mimpinya, ia dapati Hatif, suara tanpa rupa berujar:
هذه النون و اين صحنون ؟
Ini adalah (huruf) nun, namun dimanakah Shohnun?
Ia
pun terjaga dari tidurnya. Ia pun tersadar, ia merasa bersalah. Betapa
ia dengan berani mengamalkan "ilmu ilegal", ilmu tak berizin, ilmu yang
hanya ia dapat dari hasil pengamatannya yang hanya seorang murid.
Ia
abai terhadap sanad keguruan, ia tak peduli akan mata rantai keilmuan.
Ia tak menghiraukan, apakah gurunya ikhlas akan ilmu yang ia curi? Dan,
apakah cukup, ilmu yang sebegitu luhur hanya ia pelajari secara cur-curi
lewat pengamatan tak berizinnya?
Ia pun
tergugu, ia baru sadar, ada satu sisi yang yang terpenting dalam ilmu
yaitu keberkahan. Dan sayangnya, keberkahan tak dapat ia peroleh
melainkan dengan sanad. Ya, mata rantai keilmuan dari guru yang
terpercaya, teruji kealiman serta keikhlasannya.
Maka
tak mengherankan jika pasiennya bertambah parah. Adalah sebab
keberkahan tak turun kepadanya. Karena sesuai definisi Ahlul Hukama',
ulama-ulama ahli ilmu hikmah:
البركة هي زيدة الخير
Keberkahan ialah tambahnya kebaikan.
Akhirnya, sang murid pun menyesal, tak sakali-kali lagi ia mengamalkan 'ilmu ilegal'-nya.
Kisah
ini memberi pelajaran kepada kita agar memilih guru yang terpercaya.
Lebih-lebih dalam urusan agama. Karena jika salah beramal, bisa-bisa
malah salah kejadiannya. Jangan hanya berguru pada syaikh google dan
ustadz youtube saja. Hati-hati, di dunia maya.
(Ulin Nuha Karim)
Dikisahkan
oleh Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Grobogan KH Muhammad
Shofi Al-Mubarok di sela-sela pengajian kilatan Bulan Rajab.
http://www.nu.or.id/post/read/77362/akibat-mengamalkan-ilmu-tak-berizin