Pengurusan jenazah hukumnya Fardhu Kifayah, dan anjuran Rasulullah SAW dalam hal
ini adalah perlunya mengubur jenazah sesegera mungkin. Namun kadangkala pada
praktiknya muncul beberapa masalah karena berkenaan dengan kepentingan studi
pelatihan medis untuk operasi bedah, atau untuk penyelidikan hukum seperti
penyelidikan terhadap pembunuhan, atau penundaan itu terkait adat masyarakat
setempat. Ada kisah lain di beberapa daerah kota Bandung pemandian jenazah
ditunda dikarenakan takut munculnya hadats dan najis berkali-kali.
Di dunia kedokteran, lazim dilakukan pengawetan jenazah untuk kepentingan studi, di mana pihak calon mayyit telah berwasiat dan disetujui oleh keluarganya untuk menjadi bahan latihan tenaga medis. Kemudian setelah meninggal dunia jenazahnya tersebut diawetkan dalam batas waktu tertentu untuk bahan latihan para calon dokter.
Setelah digunakan untuk latihan, kemudian mayyit tersebut dirapikan kembali dan dilakukan prosesi penguburan jenazah sebagaimana mestinya menurut ajaran Islam. Dengan deminkian, otomatis hal ini menimbulkan masalah tertundanya penguburan jenazah.
Pertanyaannya, bagaimanakah hukum mengakhirkan penguburan jenazah, baik karena tujuan otopsi, studi dan mensucikan jenazah seperti dalam beberapa kasus di atas? Bolehkan membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi? Berapa lama batas mengakhirkan penguburan jenazah?
Hasil Bahtsul Masail Diniyah Waqi’iyah Muktamar ke-32 NU di Makassar akhir Maret 2010 kemarin memberikan beberapa penjelasan berikut ini: Mengakhirkan penguburan jenazah pada dasarnya tidak diperbolehkan kecuali;
(a) untuk mensucikan jenazah berpenyakit menular yang menurut dokter harus ditangani secara khusus;
(b) untuk dilakukan otopsi dalam rangka penegakan hukum;
(c) untuk menunggu kedatangan wali jenazah dan atau menunggu terpenuhinya empat puluh orang yang akan menshalati dengan syarat diberitahukan segera selama tidak dikhawatirkan ada perubahan pada jenazah.
Adapun mengakhirkan penguburan jenazah untuk keperluan studi hanya boleh dilakukan pada jenazah kafir harbi, orang murtad dan zindik. Sementara membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi dibolehkan dalam kondisi darurat atau hajat.
Adapun batas mengakhirkan penguburan jenazah adalah sampai khaufut taghayur (jenazah berubah) atau sampai selesainya kebutuhan di atas.
Di dunia kedokteran, lazim dilakukan pengawetan jenazah untuk kepentingan studi, di mana pihak calon mayyit telah berwasiat dan disetujui oleh keluarganya untuk menjadi bahan latihan tenaga medis. Kemudian setelah meninggal dunia jenazahnya tersebut diawetkan dalam batas waktu tertentu untuk bahan latihan para calon dokter.
Setelah digunakan untuk latihan, kemudian mayyit tersebut dirapikan kembali dan dilakukan prosesi penguburan jenazah sebagaimana mestinya menurut ajaran Islam. Dengan deminkian, otomatis hal ini menimbulkan masalah tertundanya penguburan jenazah.
Pertanyaannya, bagaimanakah hukum mengakhirkan penguburan jenazah, baik karena tujuan otopsi, studi dan mensucikan jenazah seperti dalam beberapa kasus di atas? Bolehkan membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi? Berapa lama batas mengakhirkan penguburan jenazah?
Hasil Bahtsul Masail Diniyah Waqi’iyah Muktamar ke-32 NU di Makassar akhir Maret 2010 kemarin memberikan beberapa penjelasan berikut ini: Mengakhirkan penguburan jenazah pada dasarnya tidak diperbolehkan kecuali;
(a) untuk mensucikan jenazah berpenyakit menular yang menurut dokter harus ditangani secara khusus;
(b) untuk dilakukan otopsi dalam rangka penegakan hukum;
(c) untuk menunggu kedatangan wali jenazah dan atau menunggu terpenuhinya empat puluh orang yang akan menshalati dengan syarat diberitahukan segera selama tidak dikhawatirkan ada perubahan pada jenazah.
Adapun mengakhirkan penguburan jenazah untuk keperluan studi hanya boleh dilakukan pada jenazah kafir harbi, orang murtad dan zindik. Sementara membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi dibolehkan dalam kondisi darurat atau hajat.
Adapun batas mengakhirkan penguburan jenazah adalah sampai khaufut taghayur (jenazah berubah) atau sampai selesainya kebutuhan di atas.